Karawang, MEDIASERUNI – Penelitian Ilmuwan Biologi Sel di Tokyo Institute of Technology, Yoshinori Ohsumi, membuat dunia takjub. Dia menemukan fenomena menarik di dalam tubuh manusia yang berpuasa.

Dalam penelitiannya, Yoshinori Ohsumi menemukan bahwa ketika seseorang berpuasa selama minimal 8 jam dan maksimal 16 jam, tubuh memulai proses yang mengagumkan yang disebut Autophagy, merupakan istilah Yunani yang berarti ‘memakan diri sendiri’.

Autophagy, yang bisa diibaratkan sebagai sapu raksasa dalam tubuh, memiliki peran penting dalam membersihkan sel-sel mati yang tidak lagi berguna atau bahkan berpotensi membahayakan tubuh. Sel-sel ini sering kali dihasilkan oleh sel kanker atau kuman penyebab penyakit, seperti virus dan bakteri.

Dalam proses Autophagy, tubuh secara aktif memakan sel-sel yang sudah rusak atau mati. Ini tidak hanya membantu membersihkan tubuh dari sampah seluler, tetapi juga dapat melindungi tubuh dari berbagai penyakit. Sel-sel yang lapar akibat puasa ini menjadi “mandiri” dalam membersihkan dirinya sendiri.

Baca Juga:  Jangan Lewatkan Bumbu Dapur Ini, Kunyit Bisa Membuat Kulit Jadi Cerah

Penelitian Ohsumi memberikan pemahaman baru tentang manfaat puasa bagi kesehatan tubuh. Dia menyarankan agar seseorang menjalani puasa dua atau tiga kali dalam seminggu untuk memaksimalkan proses Autophagy ini.

Temuan Ohsumi dalam risetnya telah meraih penghargaan Nobel Kedokteran atas kontribusinya dalam memahami autophagy. Ini menegaskan pentingnya penelitian ini dalam konteks kesehatan global.

Menariknya, praktik puasa yang sudah disarankan oleh agama, terutama dalam Islam, sebenarnya telah menyadari manfaat dari konsep autophagi ini sejak lama. Dalam Islam, puasa tidak hanya menjadi ibadah spiritual, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan yang nyata.

Baca Juga:  Reproduksi Wanita Mendadak Subur, Puasa Disebut Jadi Penyebab

Bagi umat Muslim, puasa tidak hanya dianjurkan dalam bulan Ramadan, tetapi juga disunnahkan pada hari Senin dan Kamis. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara ajaran agama dan temuan ilmiah terbaru tentang autophagy.

Dengan demikian, pemahaman baru tentang autophagy tidak hanya memberikan wawasan ilmiah yang mendalam tentang kesehatan tubuh, tetapi juga menegaskan nilai-nilai dan praktik agama yang sudah ada sejak lama.

Ini membuka pintu bagi integrasi yang lebih baik antara pengetahuan ilmiah modern dan tradisi-tradisi kuno dalam upaya menjaga kesehatan dan kesejahteraan manusia. (Mds/*)