MEDIASERUNI.ID – Di sudut utara Karawang, tepatnya di kawasan Kecamatan Cibuaya, terbentang sebuah hutan jati yang tak sekadar rindang dan sejuk. Hutan ini menyimpan jejak sejarah yang membekas dalam cerita masyarakat sekitar yang dipercaya sebagai gerbang gaib ke dunia lain.
Dahulu, tempat ini menjadi lokasi pertapaan dan pelarian bagi mereka yang ingin menjauh dari hiruk-pikuk dunia fana. Suasana sunyinya yang dalam seolah menjadi panggung sempurna bagi jiwa-jiwa yang mencari ketenangan.
Bukan sekadar kisah orang bertapa, penduduk sekitar percaya bahwa hutan jati Cibuaya menyimpan sesuatu yang jauh lebih besar, gerbang gaib menuju alam lain.
Mereka yang masuk terlalu dalam ke hutan ini bisa saja merasa waktu berjalan lambat atau malah hilang arah meski jalurnya lurus-lurus saja.
Yang bikin merinding, beberapa warga mengaku pernah mendengar suara-suara aneh dari dalam hutan. Kadang seperti suara langkah kaki yang berat, kadang seperti bisikan lirih di antara daun jati yang bergerak pelan.
Anehnya, saat didekati, tak ada siapa-siapa. Suasana kembali sunyi seperti tak terjadi apa-apa. Tapi rasa bulu kuduk berdiri tetap tertinggal.
Tak sedikit juga yang menceritakan adanya penampakan bayangan hitam melintas cepat di balik pepohonan. Entah itu sosok penjaga gaib atau sekadar ilusi mata di tengah kabut pagi, tak ada yang benar-benar bisa menjelaskan.
Tapi satu hal yang pasti, siapa pun yang pernah mengalaminya, akan membawa pulang cerita yang tak terlupakan.
Beberapa spiritualis bahkan percaya bahwa hutan ini memiliki semacam titik energi atau “portal alam”, di mana batas antara dunia manusia dan dunia lain menjadi sangat tipis.
Saat kondisi tertentu, misalnya saat senja atau malam keramat, penghubung itu bisa terbuka, membuat suara atau sosok dari alam lain seolah “bocor” ke dunia kita. Agak sulit dicerna logika, tapi tetap saja jadi pembicaraan hangat dari generasi ke generasi.
Meski dihantui cerita seram, anehnya hutan ini tetap punya daya tarik tersendiri. Tak sedikit orang yang justru datang ke sana untuk “menguji nyali” atau sekadar menikmati nuansa sunyi yang berbeda dari tempat lain.
Tapi biasanya, mereka pulang dengan wajah yang lebih serius dari saat datang. Mungkin karena merasakan sesuatu, atau justru membawa pulang lebih dari yang mereka harapkan.
Akhirnya, hutan jati Cibuaya tetap berdiri sebagai saksi bisu antara dunia nyata dan dunia yang tak kasatmata. Apakah benar ada gerbang gaib di sana, ataukah semua hanya ilusi karena terlalu larut dalam cerita. Hanya mereka yang pernah masuk dan mendengar sendiri suara dari dalam hutanlah yang bisa menjawabnya. (*)