MEDIASERUNI – Tak dapat dipungkiri, saat itu baik Mahisa maupun Raja Siluman sudah mengeluarkan ajian andalan. Barusan itu Mahisa melepas aji Walet Memecah Batin. Ajian inilah yang membuat Mandor Surak yang diam-diam merasakan tak menyangka bahwa ajian itu dimiliki Mahisa.
Demikian Raja Siluman, diapun tak mengira Mahisa memiliki ajian langka yang hanya bida dilepaskan lewat kekuatan batin. Kendati demikian, Raja Siluman berusaha menyembunyikan, sambil berucap. “Kawan Mahisa, engkau keliru menduga. Bukan soal parang, tapi mengenai tanah ini, harus ada yang diwariskan kepada generasi berikutnya.”
Mahisa lintangkan Parang Setan didepan dada, menahan serangan batin Raja Siluman. “Keperkasaan dan harga diri Sisingamangaraja, itulah warisan yang sesungguhnya, datuk.”
“Kawan Mahisa, kau bukan orang batak, macam mana pula kau bisa berucap begitu.” Mahisa pun lantas tersenyum, karena mulai merasakan tenaga batin sang datuk mulai melemah.
Sesungguhnya Mahisa inilah Macan Hisbullah Aceh, salah satu panglima perang Aceh paling ditakuti Kompeni Belanda dewasa itu. Mendengar sang datuk masih bicara feodal Mahisapun tak sabar.
“Datuk, selamanya bangsa ini tak akan bebas dari penindasan kompeni kalau cara berpikirnya masih membawa ego daerah. Yang dibutuhkan bangsa ini bersatu, dan bersama-sama melawan kompeni. Maka orang asing itu akan hengkang dari bumi tercinta.”
Mendengar itu, bekas penasehat Sisingamangaraja ini terdiam. Bukankah dahulu Sisingamangaraja sudah pula mengabarkan ini. Sisingamangaraja selalu bicara persatuan, bahkan raja perkasa itupun mengirim utusan-utusan ke pejuang-pejuang di sumatera untuk bersatu, mesti tak seorangpun utusan sampai ditujuan.
“Soal itu aku sependapat kawan, mesti tak mudah untuk dilakukan. Tapi Parang Setan beda urusan. Parang mustika itu dibutuhkan untuk mempersatukan rakyat batak.”
Dan, akibatnya sungguh luar biasa. Mahisa terdorong satu tombak ke belakang. Dari cela bibirnya meleleh darah kental. Dadanya bukan lagi berdenyut tapi serasa hancur, aliran darahnya tak beraturan, nadinya serasa pecah.
Didepan Mahisa, Raja Siluman pun mengalami hal yang sama, bahkan tubuhnya sampai terbanting ke tanah. Dari mulutnyapun meleleh darah kental, ada rasa sakit teramat di dada dan urat nadinya serasa pecah.
Sambil pegangi dada yang terasa sakit sang datuk segera berdiri dan menatap tajam ke arah Mahisa. “Aah, kawan Mahisa, tak kusangka kau sehebat ini…”
Meski merasa tak kuat Mahisa coba tetap berdiri. Dia tak ingin terlihat sudah tak berdaya. “Sahabat datuk, engkaulah yang lebih hebat. Aku terbantu parang ini… uhuuk!”
“Baiklah! Dimasa depan dan masa masa berikut anak keturunanku tak akan lagi mempermasalahkan Parang Setan di tanganmu dan anak-anak keturunanmu. Uhuuk! dan Uhuk”. (Azhari/Mediaseruni)