MEDIASERUNI – Sebetulnya sejak kehadiran Raja Siluman Mandor Surak sudah berada disana. Hanya saja, dengan kekuatan batin, Mahisa memperingatkan agar tidak ikut campur.
Terhadap Raja Siluman, Mahisa pun sudah mengerti maksud kedatangannya. Karena sesungguhnya, itulah dikarena senjata mustika Parang Setan.
Raja Siluman meyakini bahwa Parang Setan itulah pusaka tanah batak yang raib secara aneh, setelah sesepuh tanah batak, manusia bergelar Datuk Putih usai menancapkannya ke batu besar.
Ujung pusaka berbentuk parang itu patah tertancap dibatu, sedang parangnya tiba-tiba lenyap dari tangan Datuk Putih, ketika sang datuk hendak membuangnya.
Bahwa kemudian Raja Siluman meyakini Parang Setan adalah pusaka tersebut, itulah dikarenakan wisik didapatnya di dalam tapanya. Siapapun yang memiliki pusaka tanah batak itu akan mewarisi kharismah raja batak.
Karena beranggapan begitu sosok yang banyak membantu perjuangan Raja Sisingamangaraja ini ngotot hendak memiliki Parang Setan, pusaka yang didapat Mahisa saat bertapa di pantai Parangtritis, Jawa Tengah.
“Sahabat datuk, apakah engkau masih beranggapan parang ditanganku ini pusaka tanah batak…” Mahisa melirik parang ditangan kanannya. Aura aneh mendadak menebar, aroma belerang mendadak menyergap.
Raja Siluman sama sekali tak bergeming kecuali menatap tajam Parang Setan. Namun dia mulai merasakan kedahsyatan aura tersebut. Segera dia pun bentengi tubuh dengan aji Batara Karang.
Namun Mahisa sudah kembali melanjutkan serangan. “Ini cuma parang biasa, tak dapatlah disandingkan dengan kehebatan sahabat datuk.”
Raja Siluman cuma tertawa kecil. Aura batin yang menyerbu melalui aroma belerang Parang Setan berhasil dipatahkan. “Kawan Mahisa, aku tak peduli kau bilang itu parang biasa atau mustika. Sebagai kawan lama, hargai aku sebagai penduduk asli tanah ini. Berikanlah parang itu secara baik-baik padaku.”
Mahisa terjajar mundur. “Uhuk!” Sekejap Mahisa tempelkan Parang Setan didada. “Sahabat datuk, apakah engkau ingin jadi raja?” Mahisa menatap lekat wajah orang didepannya.
Bekas penasehat Sisingamangaraja kembali tertawa. “Sekarang ini, jadi raja atau rakyat biasa apa bedanya, kalau sama-sama diperas oleh kompeni.”
Dua kali, Mahisa keluarkan batuk kecil. “Hmm, luar biasa ilmu siluman datuk ini…” Mahisa coba netralkan aliran darahnya yang mulai tak beraturan. “Lantas untuk apa parang tak berharga ini buat mu datuk. Kalau tanpa parang ini pun tak ada yang bisa mengalahkanmu.”
Disitu gantian Raja Siluman yang terbatuk. Aliran darahnya laksana pecah. “Hmm, tak kusangka, sedahsyat ini Parang Setan. Aku bisa mengukur tenaga dalam Mahisa, tapi dengan senjata itu ditangannya… Ah, aku ragu bisa merebut…” (Azhari/bersambung)