Lampung Utara, MEDIASERUNI – Respon keras menanggapi persoalan roling cacat hukum kali ini tanggapan datang dari ketua DPRD Lampung Utara, politisi partai Demokrat Wansori.SH. Selasa 2 April 2024.
Ia meminta kepada PJ Bupati Lampung Utara Untuk segera mengkaji dan menganulir semua SK pelantikan yang cacat hukum. Menurut Wansori semestinya pemerintah daerah melakukan semua tindakan harus ada payung hukum yang jelas bukan berazaskan suka-suka.
Jika semua tindakan tidak ada payung hukum nya maka di namakan cacat hukum dan jika cacat hukum maka harus batal demi hukum.
Dan saya sepakat dengan saudara Waka 1 Madri Daud bahwa kita akan panggil semua pihak terkait, BKD, Inspektorat dan bahkan kita akan panggil ahli untuk kita mintakan pendapat nya dalam persoalan ini.
Lebih spesifik Wansori meminta kepada PJ.Bupati agar dapat menata ASN yang memegang jabatan dengan baik dan benar. Semestinya pejabat adalah mereka yang SDM cukup dan bertanggung jawab terhadap jabatannya bukannya malah sebaliknya atau hanya sekedar menikmati tunjangan dan fasilitas jabatan saja, tegas Wansori.
Khusus untuk para pejabat yang ada di pelayanan publik semestinya tidak pasif dan hanya menunggu masyarakat datang.Tetapi harus ada terobosan atau inovasi untuk mempercepat, mempermudah setiap masyarakat yang membutuhkan pelayanan.
Bila perlu ada semacam program jemput bola seperti yang di usul kan Bapak Kajari beberapa waktu lalu pada saat acara MOU perdata dan tata usaha negara, tambah Wansori.
Sementara itu, Waka 1 DPRD Lampung Utara Madri Daud.SE.MH mengatakan, sudah menjadi salah satu tugas dan fungsi anggota legislatif untuk mensikapi semua persoalan yang menjadi keluhan dan kegelisahan masyarakat, baik secara pribadi ataupun lembaga
Menurut Madri, berdasarkan surat edaran mendagri nomor 821/5492SJ tertanggal 14 September 2022 itu sudah jelah dan detail menerangkan segala macam aturan dan kewenangan serta larangan berkenaan Bupati atau Wakil Bupati yang akan mencalonkan diri kembali atau meraka yang akan habis masa jabatannya.
Dimana larangan tersebut tertuang dalam UU nomor 10 tahun 2016 pasal 71 ayat dua yang bunyi nya: Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan calon dan atau sampai dengan akhir jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis mentri dalam negeri.
Selain itu sebut kan juga dalam UU pilkada tersebut nomor 71 ayat 5: Bila melanggar bisa mendapatkan pembatalan atau diskualifikasi dari KPU propinsi/KPU kabupaten kota.selain itu juga ada ancaman pidana penjara paling lama enam bulan atau denda 6 juta rupiah berdasarkan pasal 190.
Jika melihat aturan tersebut maka bukan perkara yang ringan jika hal tersebut di langgar. Sebab jika produk hukum yang di pakai haram maka apa pun cerita nya segala sesuatu yang di hasilkan juga haram.
Bahkan bila perlu ke depan kita akan panggil pihak terkait, BKD, Inspektorat, atau bahkan nanti kita akan panggil ahli juga untuk kita minta pendapatnya.
“Ini bukan perkara ringan maka saya selalu salah satu unsur pimpinan DPRD menghimbau kepada pemerintah daerah untuk mengkaji ulang segala hasil prodak yang salah, dan ini bukan tendensius ini bersifat himbauan agar pemerintah daerah tidak keluar jalur,” imbuhnya
Kabid mutasi dan promosi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Herman. S. Kep. MH. mengatakan melalui pesan singkat nya bahwa pihak nya sedang konsultasi dan koordinasi dengan kemendagri.
“Saat ini kami sedang menununggu jawaban tertulis hasil dari konsultasi dan koordinasi dengan pihak kementerian dalam negeri perihal tersebut” terang Herman. (S3/Hairudin)