MEDIASERUNI.ID – Di Purwakarta, Jawa Barat, ada istilah kuno yang masih membekas dalam ingatan masyarakat, Badega Siliwangi. Dalam bahasa Sunda lama, kata ini berarti abdi, prajurit, atau pengawal.
Namun, dalam tradisi lisan, badega bukan sekadar penjaga kerajaan, mereka adalah simbol kesetiaan, keberanian, bahkan misteri yang masih menyelimuti hingga kini.
Pada masa Kerajaan Sunda hingga era Kesultanan Mataram, wilayah Purwakarta menjadi titik strategis. Jalur logistik, pedalaman, hingga hasil bumi di sekitar Waduk Jatiluhur harus dijaga ketat.
Maka ditempatkanlah pasukan khusus bernama badega. Mereka tidak hanya berperan sebagai pengawal raja, tetapi juga benteng pertahanan wilayah.
Namun, kisah tentang mereka lebih sering hidup dalam kisah-kisah heroik yang disampaikan turun temurun. Dari situlah lahir legenda Badega Siliwangi, pasukan setia yang diyakini berada di bawah panji Prabu Siliwangi, raja besar Pajajaran.
Badega Siliwangi Gunung Parang
Gunung Parang, dengan tebing curam menjulang, dahulu dipercaya sebagai markas para badega. Konon, di sinilah mereka menghadang serangan musuh dari Cirebon.
Dengan strategi perang gerilya yang mumpuni di tebing-tebing licin, para badega mampu membuat musuh ciut nyali, dengan kemahirannya bertempur di tebing curam.
Warga setempat percaya, hingga sekarang roh para badega masih berjaga di tebing Gunung Parang. Ada kisah pendaki yang mengaku mendengar suara langkah prajurit berbaris di malam hari, padahal jalur pendakian sepi.
Bahkan ada pula kisah lain yang mengaku pernah melihat bayangan sosok berpakaian prajurit Sunda berdiri gagah di puncak, lalu menghilang ditelan kabut.
Badega Siliwangi Gunung Bongkok
Tak jauh dari Gunung Parang, ada Gunung Bongkok, yang menyimpan kisah serupa. Para badega di gunung ini digambarkan sebagai simbol kesetiaan tanpa pamrih.
Legenda menyebut mereka rela gugur daripada menyerahkan wilayah kepada musuh. Nama Bongkok sendiri sering dihubungkan dengan kerendahan hati. Dalam kepercayaan setempat, roh para badega Bongkok tidak pernah meninggalkan posnya.
Mereka dipercaya masih mengawasi siapa pun yang memasuki wilayah itu, seolah memastikan bahwa tanah yang dulu mereka bela tetap aman.
Pendaki kadang melaporkan pengalaman ganjil, seperti mendengar suara terompet perang dari kejauhan, bisikan dalam bahasa Sunda lama, hingga perasaan seakan diawasi sepanjang jalur.
Yang membuat badega istimewa adalah pandangan rakyat terhadap mereka. Bukan hanya penjaga raja, tapi juga pelindung rakyat kecil.
Cerita rakyat Purwakarta menggambarkan badega sebagai pahlawan yang berani melawan penindasan, bahkan jika penindas itu berasal dari penguasa sendiri.
Karena itu, nama badega masih sering dipakai untuk menamai kampung atau komunitas. Mereka dipandang sebagai teladan pengabdian tulus, ngabekti tanpa pamrih.
Misteri yang tak Pernah Usai
Hingga kini, para sejarawan belum menemukan catatan tertulis lengkap tentang badega. Apakah mereka pasukan resmi kerajaan, atau kelompok rakyat bersenjata yang kemudian dilekatkan pada legenda Siliwangi?
Yang jelas, misteri itu justru membuat cerita badega semakin hidup. Gunung Parang dan Gunung Bongkok kini tak hanya dikenal sebagai tempat wisata alam, tetapi juga situs penuh aura magis.
Ada keyakinan bahwa Badega Siliwangi masih setia menjaga tanah Purwakarta, menjadi prajurit gaib yang tak pernah meninggalkan tugasnya.
Bagi masyarakat, kisah ini bukan sekadar dongeng, melainkan identitas. Setiap kali menyebut kata “Badega”, seolah yang terngiang bukan hanya prajurit masa lalu, melainkan roh-roh penjaga yang masih berdiri gagah di balik kabut gunung. (Ari)