Bandung, MEDIASERUNI.ID – Polemik antara Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tampaknya belum akan reda. Isu yang awalnya berkisar soal dana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, kini melebar jadi perdebatan soal konsistensi pernyataan sang Menkeu.
Dedi Mulyadi, dalam pernyataannya menilai publik justru dibuat bingung oleh Menkeu Purbaya yang dinilainya plin-plan. Ia menyoroti perbedaan pandangan Purbaya soal penyimpanan dana daerah di bank.
“Dikatakan beliau bahwa menyimpan dana dalam deposito bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan, karena daerah tidak boleh mengambil bunga hanya untuk mendapatkan bunga. Menyimpan uang kas daerah hanya untuk mendapatkan bunga,” kata Dedi Mulyadi, mengutip Tribuntrends, Sabtu 25 Oktober.
Menurut Dedi, sikap Menkeu tersebut justru menimbulkan kesan bahwa pemerintah daerah tidak tertib dalam mengelola keuangan, padahal faktanya tidak demikian.
“Seluruh kas daerah Jawa Barat tercatat dan diaudit secara terbuka, dan yang mwlakukannya adalah Badan Pemeriksa Keuangan,” tegas Dedi Mulyadi.
Dedi juga menegaskan bahwa dana sebesar Rp 2,6 triliun milik Pemprov Jabar yang tersimpan di bank bukanlah dana mengendap. Uang tersebut merupakan bagian dari siklus belanja daerah yang akan digunakan hingga akhir tahun.
“Kalau soal anggaran yang dianggap mengendap, yang berhak menilai itu BPK karena mereka punya kewenangan audit,” jelasnya.
Pernyataan Dedi ini muncul setelah Kementerian Keuangan merilis daftar daerah yang paling banyak menyimpan dana di bank. Dalam laporan tersebut, Jawa Barat tercatat memiliki dana simpanan sebesar Rp 4,1 triliun, berada di posisi kelima secara nasional.
Adapun daftar lima besar daerah dengan dana mengendap terbesar versi Kemenkeu yakni: Provinsi DKI Jakarta (Rp 14,6 triliun), Jawa Timur (Rp 6,8 triliun), Kota Banjar Baru (Rp 5,1 triliun), Kalimantan Utara (Rp 4,7 triliun), dan Jawa Barat (Rp 4,1 triliun).
Meski begitu, Dedi Mulyadi menilai bahwa angka tersebut perlu dilihat secara kontekstualnya, bukan sekadar besarannya. Ia menegaskan, dana yang tersimpan bukan tanda kelalaian, melainkan bagian dari proses keuangan daerah yang tengah berjalan. (*)
