MEDIASERUNI.ID – Kiamat yang berarti akhir zaman atau akhir kehidupan masih jadi misteri. Namun banyak ramalan yang coba mengungkapnya. Salah satunya ramalan Kiamat Astek (baca; bangsa Astek).

Dalam kosmologi Aztek yang misterius dan penuh simbol, dunia yang kita tinggali saat ini disebut sebagai Matahari Kelima. Bukan sekadar nama puitis, ini adalah penanda siklus kehidupan yang dipercaya akan berakhir dengan cara yang luar biasa: gempa dahsyat dan kobaran api surgawi.

Bagi bangsa Aztek, setiap zaman bukan hanya berlalu, tetapi runtuh dalam drama kehancuran total, seolah alam semesta punya panggung sendiri untuk menampilkan akhir zaman.

Sebelum era kita, empat dunia lainnya telah silih berganti eksis dan musnah. Masing – masing berakhir tragis. Yang pertama dilahap jaguar raksasa, yang kedua dihempas badai mematikan, yang ketiga dilumat api, dan yang keempat ditelan banjir besar.

Setiap akhir menjadi permulaan bagi zaman berikutnya, menciptakan mitos tentang dunia yang terus-menerus dibangun dan dihancurkan. Kini, kita berada di penghujung Matahari Kelima, dan konon, detik-detik terakhirnya semakin dekat.

Baca Juga:  Antisipasi Penyakit Akibat Udara Dingin Siapkan Daftar Obat Ini

Menurut kepercayaan Aztek, tanda-tanda kehancuran akan muncul dari langit. Bintang – bintang jatuh, celah langit menganga, dan keretakan di angkasa menjadi isyarat bahwa alam semesta sudah tidak lagi stabil.

Bagi mereka, fenomena kosmik bukan sekadar peristiwa astronomi biasa, tapi semacam pesan ilahi bahwa roda takdir sedang berputar menuju akhir babak.

Tak hanya langit yang memberi peringatan, bumi pun akan bersuara. Gempa bumi dipercaya menjadi pemantik utama kehancuran besar. Bukan gempa biasa, melainkan getaran maha dahsyat yang mampu menghancurkan gunung, menelan kota, dan memporak-porandakan tatanan manusia.

Dalam naskah suci mereka, kekuatan ini bukan berasal dari kerak bumi semata, tetapi dari kehendak kosmik yang mengatur ulang semesta.

Lalu datanglah api surgawi. Dalam nubuat Aztek, api bukan hanya alat penghancur, tapi juga simbol penyucian. Dari langit, nyala ilahi akan turun, membakar apa saja yang tersisa. Tapi yang menarik, di balik kehancuran yang mengerikan ini, tersembunyi harapan: dunia akan terlahir kembali. Seperti Phoenix yang bangkit dari abu, zaman baru akan muncul dari reruntuhan zaman lama.

Baca Juga:  Peternak Domba Karawang Raih Juara Nasional Kategori Petet di HUT TNI AU ke-79

Siklus ini menunjukkan cara pandang bangsa Aztek yang unik: bahwa kehancuran bukan akhir, melainkan bagian dari siklus besar penciptaan. Dunia bukanlah sesuatu yang linier, melainkan berputar seperti roda nasib.

Dari hancurnya satu masa, akan tumbuh kehidupan baru yang membawa harapan dan kesadaran baru, begitulah cara alam semesta bernapas, dalam hembusan yang penuh kekuatan dan misteri.

Kini, walau zaman Aztek telah lama berlalu, warisan kosmologinya masih bergema dalam ketakjuban kita terhadap alam semesta. Apakah benar dunia akan berakhir dengan gempa dan api? Ataukah kita sedang menjalani naskah dari takdir yang sudah lama ditulis di antara bintang-bintang?

Yang pasti, kisah Matahari Kelima ini mengajak kita merenung, bahwa di tengah ketidakpastian hidup, mungkin memang ada pola yang lebih besar, siklus abadi yang tak terhentikan, dan kita hanyalah bagian kecil dari denyut jantung semesta yang terus berdebar. (*)