MEDIASERUNI – Makanan sate sudah ada sejak dulu, dan menjadi khas kuliner nusantara. Tetapi tahukah, kalau ternyata sate ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, dan disebut sebagai sate majapahit.

Hanya saja, sejumlah sumber menyebut, sate zaman Majapahit dagingnya agak berbeda dengan daging yang digunakan saat ini. Daging sate zaman Majapahit berasal dari daging burung atau hewan kecil hasil buruan.

Dalam sejarahnya, sate pun telah menempuh perjalanan panjang, dari zaman kuno hingga menjadi hidangan seperti sekarang yang dicintai oleh banyak orang.

Selama berabad-abad, sate telah mengalami berbagai perkembangan dan variasi. Pada masa pemerintahan Majapahit, sate disebut dalam naskah kuno ‘Serat Centhini’

Baca Juga:  Ratusan Aparat Gabungan Polres Bulukumba Amankan Pelantikan Anggota DPRD

Sate pada masa itu mungkin tidak menggunakan tusuk bambu seperti yang kita kenal sekarang, tetapi dimasak dengan cara yang lebih sederhana.

Pengaruh budaya asing juga turut memperkaya sejarah sate. Sejarah kontak antara Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, seperti Tiongkok, India, Arab dan Belanda.

Keberadaan negara-negara ini turut mempengaruhi evolusi sate. Bumbu-bumbu seperti kecap manis, bawang putih, jahe dan rempah-rempah kemungkinan besar diperkenalkan melalui perdagangan dan hubungan budaya.

Pada zaman kolonial Belanda, sate semakin populer di kalangan Belanda dan orang-orang Eropa lainnya. Ini membantu menyebarkan popularitas sate ke luar negeri dan menjadi hidangan internasional yang dikenal di berbagai belahan dunia.

Baca Juga:  Bertukar Makanan Saat Berbuka Tradisi Unik Masyarakat Arab Selama Ramadan

Hari ini, sate merupakan bagian penting dari budaya kuliner Indonesia dan sering dianggap sebagai salah satu makanan nasional Indonesia.

Variasi sate yang berbeda-beda, seperti sate ayam, kambing, sapi bahkan sate seafood dapat ditemukan di seluruh Indonesia dan menjadi hidangan yang sangat dicintai oleh banyak orang.

Dengan sejarah yang panjang dan beragam, sate tidak hanya mewakili warisan kuliner Indonesia, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya yang kaya dan beraneka ragam. (Mds/*)