MEDIASERUNI – Di kedalaman hutan Deli Tua saat itu, hari menjelang sore. Diantara pepohonan besar dan rimbunnya semak belukar tampak Haji Usman berkelabat cepat. Melihat arah kelebatan sepertinya memang ke arah Tanah Batak.
Namun, sesaat akan keluar batas hutan Deli Tua, tiba-tiba terdengar teriakan minta tolong. Teriakan itu keras sekali disertai bentakan dan suara beradu senjata. Haji Usman menghentikan lari, sambil mencoba tajamkan pendengaran.
“Sepertinya di arah kananku…” Selesai menduga tubuhnyapun melesat ke sumber teriakan minta tolong. Saat itu, dibagian pinggir hutan Deli Tua terlihatlah serombongan pedagang terlihat ketakutan. Sementara dua orang pengawal yang tubuhnya penuh sabetan parang tampak berusaha melindungi.
Tak jauh dari dua pengawal itu, tiga orang berseragam sama dengan mereka tampak sudah tewas. Dihadapan mereka, sosok tinggi besar memanggul parang besar tertawa terbahak-bahak.
Disamping pemanggul parang besar, lelaki kurus berpostur sedang cuma diam mengamati. Sedang belasan orang bertampang kasar nampak mengepung rombongan tersebut. “Sudahlah, kalian tinggal berdua, lebih baik menyerah dan tinggalkan harta benda kawalanmu, maka kalian aku biarkan selamat!”
Sosok kasar pemanggul parang besar itu tertawa keras. Dialah Badar pimpinan Begal Sungai Ular yang menguasai hutan Deli Tua. Sedang orang disampingnya merupakan tangan kanannya yang bernama Peang.
Mereka ini pengikut setia Sisingamangaraja yang tak sudi menyerah kepada kompeni, dan memilih hidup sebagai perampok hutan. Mereka ini juga saat ini sedang dicari-cari Nenek Gagak Merah. “Bagaimana… Aku sebetulnya tak mau berurusan dengan kalian, tapi dengan orang berambut jagung yang kalian kawal. Nah, sebaiknya selamatkan diri kalian.”
Dua orang ini memang pengawal pedagang kompeni dibelakangnya. Mereka berlima, dan tiga temannya sudah tewas. Sejenak dua orang itu beragu, terlebih mereka sadar Begal Sungai Ular inilah rampok ganas dan tinggi pula ilmunya.
Memang, dikalangan rampok hutan Sumatera Utara kala itu, Begal Sungai Ular termasuk paling disegani. Pimpinannya bernama Badar pun bukan nama kosong. Dia inilah pemilik ajian Memecah Karang. Dengan ajian itu dia mampu menghancurkan batu karang besar hanya dengan sekali pukul, dan dia juga kebal pukulan.
Sedangkan Peang, sosok aneh yang ilmunya pun tak kalah tinggi. Dia memiliki ajian Monyet Putih. Dengan ajian itu dia mampu melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan lincah, prilakunya pun layaknya seekor monyet. Dan kuku-kukunya berwarna hitam mengandung racun mematikan.
Dan mereka inilah murid-murid tokoh sakti di Tanah Batak bergelar Raja Siluman, tokoh silat paling ditakuti kala itu di Tanah Batak. Raja Siluman inipun menghilang entah kemana, sejak kompeni belanda membombardir Pulau Samosir.
“Hai, penjilat kompeni! Sekali lagi aku kasih kau kesempatan hidup. Mau lari atau mampus bersama majikan rambut jagungmu itu!” Badar mulai tak sabar. Segera dia maju, dan bersiap dengan parangnya.
Namun belum dia sempat kelebatkan parang, dari arah samping terdengar suara Haji Usman. “Orang gagah berparang besar, mengapa harus terburu-buru menghabisi orang yang sudah tak berdaya.”
Tiga langkah dihadapan Badar tegak Haji Usman. Sorot mata Badar langsung menghujam sosok didepannya. “Setan! Siapa kau barani mencampuri urusan Begal Sungai Ular.”
Haji Usman sebetulnya sudah menduga gerombolan lelaki beringas didepannya memang rampok terkenal penguasa hutan Deli Tua, hanya tersenyum kecil. “Sudah kuduga kalian ini rampok-rampok gagah sungai ular. Kabarnya kalian inilah prajurit-prajurit hebat Sisingamangaraja yang sudi menyerah. Tidak malukah kalian harus menghabisi orang-orang yang tidak berdaya ini.”
“Bah! Membela mereka kau! Mereka ini perampok negeri, begal tanah dan begal martabat. Mengapa pula harus dikasihani. Dan, kau siapa berani mencampuri urusan kami!?”
Namun, hanya sekejap. Selesai Badar berucap, tahu-tahu Peang sudah menyelinap dengan kuku-kukunya berwarna hitam beracun menyambar ganas. Haji Usman cuma geser tubuh sedikit, lalu berputar sambil menepuk kesamping.
Namun dapat dihindari Peang sambil balas menyerang, kali ini seperti melompat, tahu-tahu tubuhnya sudah bergelantungan diatas pohon. Gerakannya persis seekor monyet, sambil meracau meniru suara monyet, tiba-tiba saja melompat sambil arahkan cakar lurus kedepan sambil menabur serbuk hitam beracun.
Haji Usman buat gerakan memapak, tahu-tahu tangan sudah menyilang, dan masih dalam satu gerakan sudah berubah laksana pedang, disusul gerakan lurus diatas kepala tapak tangan terangkap menepuk serbuk beracun.
Inilah Ilmu Silat Pedang Fisabilillah dari ajian Pentek Bumi. Dalam satu gerakan lagi, dua tangan yang menepuk mendadak ditarik kebawah membentuk lapaz Allah, dan tahu-tahu… “Bukk!”
Peang terpental kebelakang, tubuhnya terbanting hebat sambil berteriak-teriak kesakitan pegangi mata, akibat serbuk beracun miliknya justru menabur wajahnya sendiri, setelah tadi ditepuk Haji Usman. (Bersambung)
Cerita ini hanyalah fiksi semata, bila ada kesamaan nama dan tempat hanya faktor kebetulan saja.