MEDIASERUNI – Pendekar Pedang Daun Tebu Sarmina tentu saja mengenal baik suaminya, meski wajahnya berselubung kain hitam, karena sesungguhnya, sosok yang dikejar Nyai Gagak Merah memang Mandor Surak adanya.
Memang menjadi sebuah pertanyaan, tokoh silat berjuluk Pendekar Sambar Nyawa yang dikabarkan hilang ditelan bumi itu tahu-tahu muncul kembali. Itulah dikarenakan kekhawatirannya terhadap keselamatan istrinya.
Sarmina sendiri, tidak pernah membuka rahasia bahwa dia itulah Pimpinan Laskar Srikandi, namun sebagai mantan pendekar, tentu masih update terhadap perkembangan percaturan persilatan.
Terlebih, saat itu Mandor Surak itulah seorang mandor besar yang pengaruhnya sangat besar di lingkungan pemerintah kompeni belanda. Maka tidak peristiwa yang luput dari matanya, meski hanya sebuah kejadian kecil.
Rencana kehadiran Sarmina di markas besar Laskar Srikandi tentu saja jadi perhatiannya. Terlebih beberapa telik sandinya pun mengabarkan bakal hadirnya sejumlah tokoh sakti pengikut Sisingamangaraja.
Mandor Surak khawatir terjadi salah paham hingga berbuntut perkelahian. Sebagai mantan pendekar, manusia dibatavia dikenal dengan sebutan Ujang Udik hapal betul ilmu-ilmu hitam yang dimiliki eks pengikut Sisingamangaraja.
Menaruh kekhawatiran begitu, sahabat Si Kumbang Dari Kulon inipun memutuskan mendampingi istrinya secara diam-diam. Sekalian pamit pada istrinya hendak menyowani Padepokan Walet Putih.
Dua malam lalu, Mandor Surak memang sudah membicarakan keinginannya menyowani sahabatnya Mahisa alias Pendekar Walet Putih yang saat ini sudah kembali ke padepokannya, di sebelah timur Hutan Dolog Masihul.
Kepada Sarmina ia mengungkapkan wirasat buruk bakal terjadi pada diri Mahisa. Entahlah apa bakal terjadi. Namun masih segar dibenak Mandor Surak betapa Mahisa mengunjunginya dan menitipkan putranya Santri Rampah kepada dirinya. Mahisa hanya mengatakan dirinya akan pergi jauh dan tidak kembali lagi….
Malam semakin larut. Sosok berseragam kelabu seperti melayang menembus cahaya terang rembulan yang menembus semak belukar. Tujuannya adalah Padepokan Walet Putih.
Saat di Padepokan Walet Putih tampak sepi, hanya beberapa obor terlihat di beberapa sudut halaman berpagar rumpun bambu. Dahulu Pendekar Sambar Nyawa, manusia yang kini disapa Mandor Surak pernah berkunjung ke padepokan itu.
Mandor Surak memang tidak bertemu Mahisa, karena sedang bersemedi di Pantai Selatan Parangtritis, Jawa Tengah. Manusia yang di Batavia dikenal kompeni bernama Ujang Udik ketika itu cuma bertemu Bagus Ahmad, putra Mahisa.
Bocah bagus itu sudah tumbuh remaja, sebelum kembali ke pondoknya di Sungai Rampah. Bagus menimba ilmu agama dan silat pada Syeh Rampah, Mahisa sendiri yang mengantar putra semata wayangnya itu ke Sungai Rampah.
Mahisa mempercayakan padepokan kepada Satria, murid tertuanya yang berbakat, setelah istrinya meninggal, sekaligus wakil Mahisa selama tidak berada di Padepokan. Satria juga yang membimbing adik-adik seperguruan berlatih silat.
Mahisa sendiri sudah satu purnama berada di padepokan. Beberapa hari lalu, Mahisa menyampaikan pesan pada Satria agar menjemput putranya ke Sungai Rampah. Rasa rindu bertemu putranya memang sudah tak terbendung. Makanya Satria pun bergegas ke Sungai Rampah. Diperkirakan malam ini Bagus Ahmad akan sampai padepokan.
Padepokan Walet Putih letaknya memang di sebelah timur Hutan Dolog Masihul, agak menjorok lagi ke timur, dan jauh dari pemukiman penduduk. Saat itu, bulan sedang bersinar penuh. Malam itu memang purnama, udara berhembus dingin.
Dalam temaram cahaya bulan mendadak terlihat kelebatan sosok hitam, dan langsung menjejak di halaman padepokan. Sosok tinggi ringkih mengenakan penutup kepala layaknya para datuk, sesaat menyapu pandang, sebelum berteriak keras.
“Mahisa, keluarlah. Apakah engkau biarkan kawan lamamu ini berdiri semalaman di halaman pondokmu…” (Azhari/bersambung)