MEDIASERUNI – Dua kali sang datuk terbatuk. Mandor Surak yang menyaksikan kondisi sang datuk, masih melihat ketika dia melompat, sekali melangkah tubuhnya laksana melayang dan hilang dari pandangan.

Pada saat bersamaan, Mahisa pun ambruk ketanah. Sekali dia terbatuk, dan batuk kedua darah segar menyembur dari mulutnya, berbarengan itu terdengar teriakan keras. “Ayaah…” Kemudian “Guruu” disusul kelebatan dua orang bersegam hitam dan putih. “Ayah, ini aku, Safei….”

Mahisa angkat kepalanya dan langsung memeluk sosok remaja didepannya yang ternyata putranya Bagus Ahmad Safei yang datang bersama muridnya Satria. “Ayah, siapa yang membuatmu begini, aku akan menuntut balas!” Disambung “Siapa guru, siapa orangnya, seburkan, akan kubalas.”

Mahisa berusaha tersenyum. Namun, sontak dia berucap. “Ahai, sahabat lama, terima kasih untuk tidak mencampuri takdirku. Terima kasih….”

Baca Juga:  Meski Lebaran BPBD Purwakarta Tetap Siaga 24 Jam

Pada saat itu sosok berjubah kelabu sudah berdiri di belakang Safei dan Satria. Dialah Mandor Surak, sudah sejak awal pertempuran manusia bergelar Pendekar Samber Nyawa telah berada disitu. Mahisa pun sudah mengetahui kehadirannya.

Hanya saja, dia melarang Mandor Surak membantunya, karena Mahisa sadar inilah takdir yang akan menjemputnya. Dan, Raja Siluman merupakan perantara dari takdir Mahisa. “Setidaknya, biarlah aku membantu memulihkan aliran darahmu, sobat.”

Mahisa pun tersenyum, setelah barusan dia melihat Safei dan Satria menyalami Mandor Surak. “Sobat, terima kasih, tapi usah, rasa sudah tidak kuat aku. Uhuuk…” Mandor Surak pun menyadari, kondisi Mahisa memang sudah tidak tertolong, bagian-bagian vital kehidupan dalam tubuhnya sudah hancur.

Mahisa menatap lekat wajah putranya. “Dengar ayah, nak. Tadi ayah berselisih pendapat dengan sahabat ayah. Tapi sudah tuntas, dan kami sama sama saling menyadari. Ia pun terluka parah seperti ayah, jangan engkau mendendam, dan…” Mahisa menatap muridnya Satria. “Engkau juga Satria, jangan mendendam, ini adalah takdirku, aku titipkan padepokan ini padamu.”

Baca Juga:  PIM Apresiasi Jokowi, 10 Tahun Kepemimpinan Wujudkan Kemajuan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan

Satria cuma diam tertunduk. Safei mempererat pelukannya. “Jangan tinggalkan aku ayah….” Tubuh Mahisa mulai dingin, wajahnya pusat pasi. “Dengar nak, tak tahan ayah, dengarkan ayah… ingat nama ini nak, nama ini… Utusan Sisingamangaraja…. Kelak carilah orang itu, bantu perjuangannya…”
“Ayaahh”
“Guruuu”
Mahisa menatap Mandor Surak… “Sobat… Aaakuu, titip anakkkuuu… aaakh..” Mandor Surak segera meraih tubuh Mahisa. “laa ilaha illallah Muhammadarrasulullah….” Mahisa pun menghembuskan napas terakhirnya diiringi teriakan histeris Bagus Ahmad Safei… (Azhari/Tamat)