MEDIASERUNI.ID – Pagelaran Wayang Kulit yang mengisahkan kisah Mahabrata dengan Lakon “Gatot Kaca Nagih Janji” merupakan rangkaian acara Silaturahmi Budaya yang digelar di Padepokan Lintang Kemukus, Minggu 29 Desember 2024.

Kegiatan di padepokan pimpinan Andi Rustono menghadirkan dalang Ki Mangun Yuwono, diiringi Sanggar Seni Pacul Gong. Acara tersebut berhasil menarik perhatian masyarakat pencinta budaya, mayoritas penonton merupakan generasi tua.

“Kesenian wayang merupakan budaya dan gambaran pendahulu kita, Wayang tidak hanya menjadi media hiburan, tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral, politik, dan agama,” kata Andi Rustono saat membuka acara.

Melalui wayang, kata Andi Rustono, dapat menelusuri sejarah perkembangan peradaban Indonesia.

Pertunjukan gelar budaya pada hari Sabtu – Minggu (28-29/12/2024) ini juga menyuguhkan beragam kegiatan lainnya, termasuk Focus Group Discussion (FGD) bertema “Gunung Slamet Menuju Taman Nasional”.

Baca Juga:  Solihin GP Meninggal Dunia, Bey Machmudin Ucapkan Belasungkawa di Rumah Duka

Selain pameran keris dan pusaka, Jaran Ebeg, Tari Lengger, serta pembacaan puisi dan penampilan musik. Namun, meskipun acara tersebut banyak dihadiri, menjadi sorotan bahwa perhatian generasi muda terhadap kesenian tradisional, terutama wayang kulit, kian memudar.

Hal ini diduga akibat dominasi budaya asing yang dibawa oleh kemajuan teknologi, khususnya melalui akses telepon pintar.

Lakon “Gatut Koco Nagih Janji” sendiri mengisahkan perjalanan Batara Narada yang memenuhi janji untuk mempertemukan Tetuka dengan ayahnya, Raden Werkudara.

Di dalam cerita, Tetuka diberikan tugas untuk mengalahkan Prabu Kala Sekipu di Padang Oro-Oro, dan berhasil meraih kemenangan. Namun, tantangan kembali muncul saat Prabu Kala Praceka ingin membalas dendam. Dengan kepiawaian dan keberanian, Tetuka kembali berhasil mengalahkannya.

Baca Juga:  Amanda Soemedi Lantik Penjabat Ketua PKK Kabupaten Bekasi di Gedung Sate

Setelah melalui berbagai peristiwa ketegangan, Batara Narada akhirnya memenuhi janjinya dan mempertemukan Tetuka dengan Raden Werkudara. Raden Werkudara awalnya kesulitan mengenali Tetuka yang telah berubah.

Namun, setelah mengenali kembali, Raden Werkudara menerima kembali putranya. Dalam momen yang mendalam, Hyang Pramesthi memberikan nama baru kepada Tetuka, yaitu Raden Gatotkaca, sekaligus memberikannya senjata topeng baja dan Rompi Antakusuma.

Pegelaran Wayang kulit ini tidak sekedar menyajikan hiburan semata namun juga mengandung pesan moral yang mendalam tentang tanggung jawab dan kesungguhan dalam menepati janji.

Seperti yang dialami Gatotkaca, setiap ucapan harus dibuktikan dengan tindakan nyata dan tanggung jawab. (Darmo)