MEDIASERUNI.ID – Dari kejauhan, bentuknya sederhana, hanya susunan bata merah tanpa relief, namun di balik kesederhanaannya, tempat ini menyimpan cerita yang lebih tua dari sejarah tertulis. Banyak yang percaya, Candi Jiwa bukan sekadar bangunan purbakala, melainkan gerbang menuju masa dimana roh dan manusia hidup berdampingan.

Berbeda dari candi pada umumnya, Candi Jiwa tak memiliki arca dewa, ukiran kisah, atau simbol keagamaan yang lazim ditemukan di candi Hindu – Buddha. Inilah yang membuat para arkeolog tertegun.

Diduga kuat, bangunan ini berasal dari masa sebelum masuknya pengaruh India ke Nusantara, mungkin bahkan bagian dari ritual kuno pemujaan roh leluhur. Bentuknya yang polos justru dianggap menyimpan makna spiritual yang dalam, sebuah penghormatan terhadap “jiwa kehidupan” itu sendiri.

Misteri semakin tebal ketika warga sekitar menceritakan kisah kemunculan candi ini. Konon, selama ratusan tahun Candi Jiwa terpendam di bawah tanah sawah, nyaris dilupakan waktu. Hingga suatu hari pada tahun 1980-an, setelah hujan deras dan erosi, permukaan bata merah perlahan muncul.

Baca Juga:  Tolak BPN Ukur Tanah, Emak-Emak Pemilik Kavling di Karawang Nangis Sebut Nama Dedi Mulyadi

Warga menyebutnya sebagai ‘candi yang bangkit dari bumi’ seolah tanah Karawang sendiri memilih untuk mengungkap rahasianya pada manusia modern.

Namun, bukan hanya sejarah yang menarik perhatian. Banyak pengunjung mengaku merasakan energi halus dan aura mistis di sekitar situs. Ada yang melihat kilatan cahaya samar, mencium aroma dupa tanpa sumber, bahkan mendengar bunyi gamelan dari kejauhan pada malam purnama.

Bagi sebagian orang, itu tanda bahwa penjaga gaib masih bersemayam di sekitar Candi Jiwa penjaga kesuciannya dari tangan yang tak menghormati masa lampau.

Nama “Candi Jiwa” pun menjadi teka-teki tersendiri. Tak ada catatan resmi asal usulnya, namun masyarakat percaya kata “jiwa” melambangkan roh kehidupan abadi. Mungkin, nama itu bukan kebetulan.

Candi ini seperti menjadi simbol perjalanan spiritual manusia, tempat di mana kehidupan, kematian, dan keabadian bersatu dalam keheningan yang menenangkan. Seiring ditemukannya puluhan struktur bata lain di kawasan Batujaya, para peneliti makin yakin bahwa Karawang pernah menjadi pusat peradaban besar.

Baca Juga:  Cerita Anak Pengais Rejeki Lebaran di TPU Waringinkarya, Sehari Dapat Rp 50 Ribu

Artefak, gerabah, dan keramik kuno menunjukkan bahwa situs ini telah hidup ratusan tahun sebelum kerajaan Tarumanegara berdiri tapi siapa sebenarnya para pembangunnya? Dari mana datangnya pengetahuan arsitektur yang begitu maju di masa sedemikian awal? Pertanyaan itu masih menggantung di udara.

Kini, di tengah sawah yang tenang, Candi Jiwa berdiri seperti penanda dari dunia yang terlupakan. Ia tidak lagi hanya menjadi situs sejarah, tetapi juga tempat perenungan dan ziarah batin. Setiap bata merahnya seakan berbisik tentang masa lalu yang belum sepenuhnya kita pahami, tentang jiwa yang tak mati, dan peradaban yang masih hidup di antara hembusan angin Karawang. (*)