Haji Usman sebetulnya sudah menduga gerombolan lelaki beringas didepannya memang rampok terkenal penguasa hutan Deli Tua, hanya tersenyum kecil. “Sudah kuduga kalian ini rampok-rampok gagah sungai ular. Kabarnya kalian inilah prajurit-prajurit hebat Sisingamangaraja yang sudi menyerah. Tidak malukah kalian harus menghabisi orang-orang yang tidak berdaya ini.”
“Bah! Membela mereka kau! Mereka ini perampok negeri, begal tanah dan begal martabat. Mengapa pula harus dikasihani. Dan, kau siapa berani mencampuri urusan kami!?”
Namun, hanya sekejap. Selesai Badar berucap, tahu-tahu Peang sudah menyelinap dengan kuku-kukunya berwarna hitam beracun menyambar ganas. Haji Usman cuma geser tubuh sedikit, lalu berputar sambil menepuk kesamping.
Namun dapat dihindari Peang sambil balas menyerang, kali ini seperti melompat, tahu-tahu tubuhnya sudah bergelantungan diatas pohon. Gerakannya persis seekor monyet, sambil meracau meniru suara monyet, tiba-tiba saja melompat sambil arahkan cakar lurus kedepan sambil menabur serbuk hitam beracun.