Menimbang kesitu, Wiratama Rawa Rawu pun tersenyum. Ada rasa bangga detik itu mengalir dalam dirinya. Dalam hatinya, tak apalah berbohong demi untuk kebaikan. Maka sambil melebarkan senyum diapun mengangguk pelan.
“Sudah saya duga,” suara Kiai Mustofa. “Kanjeng Gresik memang seorang berpandangan jauh kedepan. “Alhamdulillah. Kalau begitu, sekali lagi terima kasih Ki Sanak sekalian.”
Rawa Rawu sekali lagi mengangguk, namun dia tak bisa berlama-lama, maka selesai anggukan kepalanya diapun lantas bertanya perihal rombongan yang akan menuju Hutan Jati Wangi.
“Oh, jadi ke arah Utara…” Rawa Rawu setengah bergumam. “Sangat berbahaya, arah itu terkenal sarangnya benggolan.”
Santri Gunung Jati pun menghela napas. “Maka itulah Ki Sanak, kami pun bermaksud menyusul. Kami mengkhawatirkan keselamatan Ki Anom dan rombongannya.”
Wiratama Rawa Rawu diam namun benaknya berpikir keras. “Hmm, mengarah ke Utara… Rombongan di belakang berputar menempuh arah Selatan. Berarti tetap akan berputar ke Utara juga…” Rawa Rawu menarik napas panjang. “Kiai, Jati Wangi apakah di Utara?”