Oleh : Darmo Pamungkas
Wartawan Media Seruni
Pemalang, MEDIASERUNI.ID –
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi kemasyarakatan (ormas) secara normatif memiliki peran strategis sebagai bagian dari masyarakat sipil dalam menjalankan fungsi kontrol sosial terhadap negara dan kekuasaan. Namun, dalam praktiknya, fungsi tersebut menunjukkan kecenderungan melemah dan mengalami distorsi. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis penyebab melemahnya kontrol sosial LSM dan ormas, dengan menekankan pada faktor ketergantungan struktural, pragmatisme organisasi, serta erosi idealisme gerakan. Melalui pendekatan kualitatif-deskriptif dan analisis konseptual, artikel ini menemukan bahwa lemahnya kemandirian ekonomi dan proses kooptasi kekuasaan menjadi faktor utama tumpulnya kontrol sosial masyarakat sipil.
Kata kunci: kontrol sosial, masyarakat sipil, LSM, ormas, kooptasi kekuasaan
Pendahuluan
Dalam sistem demokrasi modern, masyarakat sipil diposisikan sebagai aktor non-negara yang berfungsi mengawasi jalannya kekuasaan serta memastikan akuntabilitas publik. LSM dan ormas merupakan manifestasi konkret dari masyarakat sipil yang diharapkan mampu menjalankan fungsi kontrol sosial secara independen dan berkelanjutan. Keberadaan mereka menjadi krusial terutama dalam konteks negara berkembang, di mana mekanisme checks and balances institusional sering kali belum berjalan optimal.
Namun demikian, realitas menunjukkan adanya kesenjangan antara peran normatif dan praktik empiris LSM serta ormas. Alih-alih menjadi kekuatan pengontrol, sebagian organisasi justru terjebak dalam relasi akomodatif dengan negara maupun elite ekonomi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai efektivitas dan integritas kontrol sosial yang dijalankan oleh masyarakat sipil.
Kerangka Teoretis
Konsep kontrol sosial dalam masyarakat sipil merujuk pada kemampuan aktor-aktor non-negara untuk memengaruhi, membatasi, dan mengoreksi tindakan kekuasaan (Gramsci, 1971). Dalam perspektif hegemonik, masyarakat sipil seharusnya menjadi ruang resistensi terhadap dominasi negara. Sementara itu, Habermas (1989) menekankan pentingnya ruang publik yang rasional dan bebas dari dominasi untuk memungkinkan kritik sosial berkembang secara substantif.
Namun, ketika organisasi masyarakat sipil kehilangan otonomi ekonomi dan ideologis, fungsi kontrol sosial berpotensi berubah menjadi instrumen legitimasi kekuasaan. Proses ini dikenal sebagai kooptasi, yaitu kondisi ketika aktor kritis secara gradual diserap ke dalam struktur kekuasaan yang semula mereka kritik.
Pembahasan
Ketergantungan Struktural dan Kooptasi Organisasi
Salah satu penyebab utama melemahnya kontrol sosial LSM dan ormas adalah ketergantungan pada sumber pendanaan eksternal. Keterbatasan sumber daya internal mendorong organisasi untuk bergantung pada hibah pemerintah, proyek donor, atau relasi transaksional dengan elite politik. Ketergantungan ini menciptakan relasi kuasa yang timpang dan membatasi ruang kritik yang independen.
Dalam situasi tersebut, idealisme gerakan tidak runtuh secara instan, melainkan tergerus secara perlahan. Ketika keberlangsungan organisasi dipertaruhkan, kritik substantif sering kali dikompromikan demi stabilitas organisasi. Dengan demikian, kontrol sosial yang dijalankan bersifat selektif dan simbolik.
Birokratisasi dan Degradasi Gerakan Sosial
Proses institusionalisasi LSM dan ormas juga berkontribusi terhadap tumpulnya kontrol sosial. Organisasi yang semakin birokratis cenderung lebih fokus pada pemenuhan administrasi, legalitas, dan keberlanjutan proyek dibandingkan penguatan basis gerakan. Akibatnya, orientasi perjuangan bergeser dari transformasi sosial menuju manajemen organisasi.
Fenomena ini menyebabkan jarak antara LSM/ormas dan masyarakat akar rumput semakin melebar. Ketika basis sosial melemah, daya tekan politik organisasi turut menurun, sehingga kontrol sosial kehilangan efektivitasnya.
Implikasi terhadap Demokrasi dan Kepercayaan Publik
Melemahnya fungsi kontrol sosial LSM dan ormas berdampak langsung pada kualitas demokrasi. Ketika masyarakat sipil gagal menjalankan perannya sebagai pengawas kekuasaan, praktik penyimpangan kebijakan dan ketidakadilan sosial berpotensi berlangsung tanpa koreksi yang memadai. Lebih jauh, kondisi ini memicu menurunnya kepercayaan publik terhadap organisasi masyarakat sipil sebagai representasi kepentingan rakyat.
Krisis kepercayaan ini tidak hanya merugikan LSM dan ormas secara institusional, tetapi juga melemahkan partisipasi publik dalam ruang demokrasi secara keseluruhan.
Kesimpulan
Tulisan ini menyimpulkan bahwa tumpulnya kontrol sosial LSM dan ormas merupakan akibat dari kombinasi faktor struktural dan organisatoris, terutama ketergantungan pendanaan, kooptasi kekuasaan, dan birokratisasi gerakan. Untuk mengembalikan fungsi kontrol sosial yang substantif, diperlukan penguatan kemandirian ekonomi, konsistensi ideologis, serta akuntabilitas internal organisasi masyarakat sipil. Tanpa upaya tersebut, LSM dan ormas berisiko terus hadir sebagai entitas formal yang kehilangan makna substantif dalam demokrasi.
