Rupanya Tjinten pun menyadari ketergesaan perempuan cantik di depannya, yang saat itu sudah melompat ke atas kuda. Namun menyaksikan pedang pendek yang tadi digunakan si gadis, diapun sontak berseru. “Perempuan cantik, tunggu… Ada yang ingin aku tanyakan.”
Ning Lestari putar kuda. “Apa yang ingin saudari tanyakan, kalau bisa aku jawab.”
“Apa huhunganmu dengan Raden Alam Sati!”
Mendengar nama Raden Alam Sati disebut sontak Ning Lestari turun dari kuda. “Saudari, dia abangku, aku ingin bertemu dengannya.”
Saking girangnya Ning Lestari mendekat. “Engkau mengenal abanku…”
Tjinten cuma kerenyitkan dahi. “Kalau begitu pendekar gagah Alam Saka adalah pamanmu. Dan kalian putra putri Pendekar Piring Pecah Seribu, begitukah?!”
Gadis bernama Ning Lestari besarkan mata. Ada perasaan girang mendengar nama sanak saudaranya disebut. Itulah disebabkan kerinduan mendalam dalam diri. Memang, sejak usia dua belas tahun dirinya sudah boyong neneknya bermukim di Minang.
Kini usianya genap 19 tahun, berarti tujuh tahun dia berpisah dengan orang-orang yang dikasihinya. Dan kini, mendengar nama-nama mereka disebut kerinduan pun langsung memuncak.