Penangkapan ini menandai akhir dari Perang Jawa, dan dengan demikian, kekalahan perjuangan Diponegoro dalam mempertahankan kemerdekaan bangsanya. Bersamaan dengan penangkapan sang pangeran, Kiai Nogo Siluman juga jatuh ke tangan penjajah.
Sebagai simbol dari kekalahan tersebut, keris Kiai Nogo Siluman kemudian diserahkan kepada Raja Belanda. Penyerahan keris ini bukanlah sekadar penyerahan barang; ia memiliki makna yang lebih dalam, yaitu sebagai tanda bahwa perjuangan Diponegoro, baik secara fisik maupun spiritual, telah dipatahkan.
Bagi Belanda, kepemilikan atas keris ini mungkin dianggap sebagai lambang supremasi mereka atas kekuatan lokal, tetapi bagi bangsa Indonesia, keris tersebut tetap menjadi lambang perjuangan yang suci.
Keberadaan Kiai Nogo Siluman di tangan Raja Belanda menyimpan luka sejarah tersendiri bagi rakyat Indonesia. Keris yang dulunya menjadi simbol perlawanan dan kekuatan magis Diponegoro, kini berada jauh dari tanah airnya.
Meskipun demikian, nilai sejarah dan mistis keris ini tidak pernah hilang dari ingatan kolektif bangsa Indonesia. Setiap cerita tentang Pangeran Diponegoro dan keris Kiai Nogo Siluman selalu mengingatkan kita pada perjuangan gigih untuk melawan ketidakadilan dan mempertahankan martabat bangsa.