“Diam, kau keparat! Tak mungkin anak selir itu lolos. Semua pintu keluar sudah aku jaga.”
“Itu siasatmu. Tapi tahukah kau kalau beliau itulah pewaris siasat perang Senapati Tunggal Adityawarman?”
Mendengar nama Adityawarman disebut Mahisa Kicak langsung tergugu. “Jangan membual kau anak Ampel.”
“Bukan membual, tapi itulah kenyataan. Kalianlah yang kurang cermat menilai siapa adanya beliau.”
Mahisa Kicak melotot. Dukun Sakti Ki Lontang yang memang tidak suka terhadap orang-orang Ampeldenta dan Gresik langsung mendengki. “Tuan Mahisa, tak perlu berbasa-basi, langsung kita habisi saja.”
Mahisa Kicak menggeram dan langsung mengiyakan. Tetapi perintahnya tertahan. Didahului lesatan anak panah dibawah kuda murid berbakat Kanjeng Siti Jenar, tedengar teriakan-teriakan keras.
“Hidup Mataram… Hidup Mataram….” Disusul berlesatannya barisan orang-orang berseragam hitam dari tiga arah sambil menenteng busur panah. Masing-masing barisan berjumlah 11 orang. Mereka langsung membentuk formasi melindungi rombongan santri. (bersambung)