Hal itu, kata ling, karena syekh Yusuf mempunyai murid syekh Nawawi al-Bantani yang menjadi imam besar Masjidil haram kala itu.
Masjid yang terletak di tengah jantung kota Purwakarta atau sekitar area kantor Pemkab Purwakarta di Jalan Ganda Negara itu, tidak memungut tarif bagi peziarah, namun peziarah dapat memberi seikhlasnya.
“Setiap hari yang ziarah bisa sampai 6 bis atau satu bulan sekitar 2-3 ribu orang. Hasil dari kotak amal untuk kebersihan dan pengurus makam atau juru pelihara sebanyak 7-8 orang,” ujar ayah 7 anak itu yang juga mengaku turun temurun menjaga makam syekh Yusuf.
Selain bangunan masjid, peninggalan Syekh Yusuf lainnya berupa kitab fikih dan tasawuf berbahasa Sunda, bertuliskan huruf Arab dan mushaf dengan tulisan tangan. Serta sebuah pedang panjang yang kala itu digunakan sebagai pegangan saat khotbah Jumat. (Ari/*)