Pemalang, MEDIASERUNI.ID — Polemik penanganan hasil razia penyakit masyarakat (pekat) di Kabupaten Pemalang memicu gelombang kritik tajam. Seorang ibu menyusui dilaporkan dipisahkan dari bayinya saat menjalani pembinaan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Pemalang.
Praktisi hukum DR (c) Imam Subiyanto, SH.,MH.,CPM dan tokoh masyarakat menilai langkah itu melanggar hak asasi manusia (HAM) dan tidak sesuai prosedur standar (SOP), Senin 20/10/2025
Dalam rapat koordinasi bersama Dinsos, praktisi hukum Imam Subiyanto yang turut mendampingi keluarga korban menyebut ada banyak kejanggalan dalam proses pembinaan.
“Saya sudah komunikasi dengan Pak Bupati, bukan berarti saya menolak kebijakan pemerintah. Tapi kalau ada ibu menyusui dipisahkan dari anaknya tanpa dasar hukum yang kuat, ini sangat tidak manusiawi,” ujarnya lantang.
Ia menegaskan bahwa pembinaan sosial tidak bisa dilakukan dengan cara “menyita hak alami seorang ibu terhadap bayinya.”
“Ini bukan sekadar salah prosedur, tapi sudah menyentuh ranah kemanusiaan. Kalau memang mau dibina, harus ada asesmen sosial dan psikologis terlebih dahulu, bukan langsung dipindah tanpa izin keluarga,” tegasnya.
Tak Ada Asesmen dan Izin Keluarga
Berdasarkan hasil pendalaman, ditemukan sejumlah indikasi pelanggaran SOP:
Tidak ada asesmen sosial, medis, atau psikologis sebelum pengiriman ke panti.
Pemindahan dilakukan tanpa berita acara resmi dan tanpa izin tertulis keluarga.
Peserta tidak mendapatkan pendampingan hukum maupun sosial.
Tidak ada pemberitahuan resmi kepada keluarga mengenai keberadaan ibu dan bayinya.
“Keluarga bingung harus mencari ke mana. Satpol PP tidak tahu, Dinsos tidak memberi informasi. Ini sangat memprihatinkan,” lanjutnya.
Kontradiksi di Lapangan
Lebih jauh, ia juga menyoroti ironi di lapangan.
“Warga di lokasi prostitusi dilarang beraktivitas, tapi di sisi lain justru ada kegiatan dari pihak kesehatan berupa sosialisasi HIV dan pembagian kondom. Pemerintah mau berpihak ke mana sebenarnya?” ujarnya dengan nada heran.
Penjelasan Dinas Sosial
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Pemalang, Supadi, menjelaskan bahwa pembinaan dilakukan sesuai ketentuan dan bersifat rehabilitatif, bukan penghukuman.
“Kami memiliki rumah singgah dan lembaga rehabilitasi yang sudah terakreditasi. Pembinaan bisa berlangsung hingga enam bulan dan peserta akan diberikan pelatihan usaha setelahnya,” kata Supadi.
Ia tak menampik adanya kemungkinan miskomunikasi antara keluarga dan petugas.
“Kami terbuka untuk evaluasi. Kalau memang ada prosedur yang belum sempurna, tentu akan kami perbaiki,” tambahnya.
Desakan Evaluasi Menyeluruh
Kasus ini kini menjadi sorotan banyak pihak karena menyangkut perlindungan hak anak dan ibu. Praktisi hukum meminta Pemkab Pemalang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SOP penanganan warga binaan, khususnya bagi ibu menyusui dan anak-anak.
“Negara harus hadir melindungi, bukan menambah luka dan trauma bagi warganya,” tegasnya.
Kasus ini disebut sebagai tamparan keras bagi sistem pembinaan sosial di daerah dan menjadi alarm penting bagi pemerintah untuk meninjau ulang prosedur penanganan masyarakat rentan agar lebih manusiawi dan berkeadilan.
