MEDIASERUNI.ID, KOTA BANDUNG – Majelis Musyawarah Sunda (MMS) sebagai Gunung Pananggeuhan (Boards Of Trustees) Urang Sunda, dalam rangka agenda “Sunda, Sarakan jeung Nagara” sebagai bentuk kecintaan kepada Negara Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dikawal masa-masa kritisnya terutama oleh divisi Siliwangi (Kodam III Siliwangi) dan kekuatan diplomasi para tokoh nasional, sukses gelar acara diskusi publik yang pertama kali dengan judul “Mega Korupsi Pertamina : Ganti Pemain Deui atau Revolusi Tata Kelola untuk Rakyat dan Negara,” Rabu (12/3/2025) via Zoom Meeting.
Acara dibuka oleh Pinisepuh Pamangku Sunda/Presidium MMS yaitu Dindin S. Maolani, SH (advokat senior), dipandu moderator Asep Chaeruloh, AT, MM, CHRP, CRM, CIT, CHt (Pakar Hukum MMS, Anggota KPK 2004-2018 & Ketua Kolaborasi Integritas Nasional).

Para pembicara dan peserta yang berjumlah 100 orang merasa kesal dan marah karena saat Webinar Diskusi Publik yang obyektif ini berlangsung diganggu oleh hacker yang beberapa kali mengunggah Video Porno. Membuat acara yang seharusnya berlangsung mulai 15.30 WIB, baru berjalan lancar pukul 16.00 WIB dan berakhir pukul 18.00 WIB.
Narasumber Syarif Bastaman, SH, MBA
Diskusi publik dimulai pemaparan narasumber Syarif Bastaman, SH, MBA (Pakar Energi MMS dan Pengusaha Bisnis Energi) mengatakan, terkait pengelolaan migas dari hulu ke hilir (pasar) perlu diperhatikan dan pembenahan tata kelola yang baik.
“Terutama di hilir, agar rakyat dapat menikmati BBM dengan harga rendah namun berkualitas tinggi seperti di negara tetangga Malaysia,” ungkap Syarif Bastaman.
“Jangan sampai kita sudah menggunakan tata kelola yang transparan, profesional dan ada online sistem dalam supply chain, tetap masih kecolongan,” tuturnya.
Narasumber Prof. Dr. Ir. Didin S. Damanhuri, M.Si
Selanjutnya Prof Dr. Ir. Didin S. Damanhuri, M.Si (Presidium MMS & Ekonom Senior) dalam pemaparannya mengatakan.
“Korupsi Pertamina telah berlangsung sejak zaman Orde Baru dan semakin menggurita sejak zaman Reformasi dengan pemain yang sebenarnya sudah muncul pada Era Bapak Suharto,” kata Prof. Didin.
Menurut Prof Didin, rekomendasi tim Satgas Mafia Migas yang dipimpin oleh Almarhum Faisal Basri, MA terkait permasalahan mafia migas tidak berubah.
“Pertamina tetap menjadi bancakan elite negara, yang mana bila tidak dituntaskan sampai pelaku utama, maka akan menganggu program-program Presiden Prabowo yang penting, karena sentiment negatif akan terus menganggu stakeholder dan investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia,”ujarnya.
Narasumber Alamsyah Saragih, SE
Narasumber selanjutnya Alamsyah Saragih, SE (Ketua Komisi Informasi Pusat 2009-2013 dan Anggota Ombudsman RI 2016-2020) menjelaskan, masalah Pertamina menjadi isu yang paling ramai dan akan terus berulang.
“Sebenarnya ini bukan yang pertama kali, angka besar ini sejak kasus Timah dan Sawit,”katanya.

“Kita harus hati-hati dengan ungkapan-ungkapan kerugian negara yang begitu besar ini, karena dikhawatirkan masyarakat akan menganggap korupsi Rp.1 Triliun, 2 Triliun itu kecil. Padahal angka-angka ini lebih seperti entertain publik saja dari aparat penegak hukum. Di dalam fakta beberapa hari ini belum bisa dibuktikan dimana uang itu berada dari kerugian ini,” ungkap Alamsyah Saragih.
Narasumber Suroso Atmomartoyo
Terkait penjelasan kilang minyak di Indonesia, Suroso Atmomartoyo (mantan Direktur Pengolahan Pertamina) menjelaskan, dulu kilang minyak yang ada di Indonesia awalnya di desain untuk minyak-minyak mentah dalam negeri. Hanya satu yang di desain untuk minyak impor yaitu kilang minyak di Cilacap yang bisa mengolah minyak dari Timur Tengah.
“Maka makin yakin bahwa dugaan korupsi dan kerugian tidak seperti yang disampaikan oleh Kejagung kepada publik,” tutur Suroso.
Sambil dirinya menunjukkan 5 (lima) slide presentasinya, diantaranya bahwa data Kompensasi BBM LKPP sebesar Rp. 126 T dan klaim jaksa kerugian juga Rp. 126 T.
Narasumber Dr. Firman Turmantara Endipradja, SH, MH
Selanjutnya Dosen Perlindungan Hukum Konsumen Pasca Sarjana Universitas Pasundan (UNPAS) yang juga Pakar Ekonomi MMS Dr. Firman Turmantara Endipradja, SH, MH, dalam pemaparannya mengatakan.
“Dari kasus ini konsumen menjadi pihak yang sangat dirugikan, baru negara, maka konsumen berhak menuntut kerugian perdata yang juga tidak menghilangkan kasus pidananya,” kata Dr. Firman.
Narasumber Dr. Sudirman Said, MA
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Kabinet Kerja 2014-2016 Dr. Sudirman Said, MA dalam pemaparannya mengatakan, kasus korupsi Pertamina sebesar Rp.193,7 Triliun tidak jau beda dengan apa yang pernah terjadi dengan kasus mafia migas 2015 lalu.
“Bayangkan dalam 10 tahun ini tidak ada perubahan yang mendasar dalam Tata Kelola Migas di Pertamina yang terus secara natural dengan nilai subsidi hampir RP. 500 Triliun, rentan dengan permainan pemburu rente (rent seeking), yang mana pemainnya masih itu itu saja,” ujar Dr. Sudirman Said.
Ia menganggap wajar apabila ada pihak yang berpendapat kasus mega korupsi Pertamina ini memiliki modus yang sama dengan kasus 10 tahun lalu.
“Jadi sekadar ilustrasi bahwa ternyata masalah kita masih sama. Wajar kalau orang-orang punya pandangan ini, jangan-jangan modusnya sama tapi pemainnya berbeda,” katanya.
Oleh karena itu dirinya mengatakan, penting bagi pemerintahan sekarang untuk menuntaskan kasus dugaan mega korupsi Pertamina ini.
Rekomendasi MMS Untuk Pemerintah

Di ujung diskusi, Andri Perkasa Kantaprawira, S.Ip, MM, sebagai Ketua Badan Pekerja MMS menyatakan permohonan maafnya kepada seluruh peserta diskusi atas terjadinya insiden video porno.
“Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Pinisepuh Pamangku Sunda/Presidium MMS, Narasumber, Dewan Pakar MMS, Badan Pekerja MMS, dan para peserta diskusi publik atas gangguan hacker dengan penayangan video yang tidak senonoh tersebut, dan berterimakasih atas kehadiran dan komitmen Bapak/Ibu, Akang/Teteh semua, dalam mengikuti diskusi ini dari awal sampai akhir,” ucap Andri.
Menurut Andri, proses penindakan hukum atas para tersangka dengan bukti-bukti yang ada harus dilanjutkan oleh pihak Kejagung dan terus menindak setegas mungkin terhadap praktek-praktek Mafia Migas yang telah berlangsung lama yang sangat merugikan negara dan masyarakat Indonesia.
“Migas telah menjadi kebutuhan dan faktor ekonomi penting dalam pembangunan, maka tata kelola profesional yang berpihak kepada publik dan juga diawasi publik harus menjadi agenda utama pemerintah,” ujarnya.
Bahan-bahan diskusi publik ini, kata Andri, akan diperdalam di bahasan Pakar Energi dan Ekonomi MMS.
“Untuk akhirnya mendapatkan bahan yang dapat disampaikan menjadi rekomendasi kebijakan yang obyektif untuk Kebijakan Revolusi Tata Kelola Pemberantasan Mafia Migas Harus Jadi Agenda Utama Negara yang berpihak pada negara dan rakyat untuk disampaikan kepada Presiden Prabowo Subiyanto, DPR, Kejaksaan dan Pemangku Kepentingan lainnya,” pungkas Andri.