Bandung, MEDIASERUNI.ID – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, menegaskan Sunda bukan sekadar soal suku atau wilayah geografis, tetapi “laboratorium hidup” yang kaya pelajaran, termasuk dalam mengatur tata ruang dan menjaga lingkungan.

Dalam filosofi Sunda, ada prinsip gunung kudu awian, lengkob kudu balongan, lebak kudu sawahan. Artinya, perbukitan harus tetap hijau dengan pepohonan penyangga tanah untuk mencegah erosi dan longsor.

Lembah atau lengkob sebaiknya memiliki kantung air seperti kolam atau danau. Sementara dataran atau lebak idealnya difungsikan sebagai persawahan untuk pangan.

Baca Juga:  Ngeri! Sindikat Tanah Gentayangan di Pemalang, Korban Lapor Polisi

“Kalau diterapkan dengan benar, konsep ini bisa meminimalisir bencana hidrologis, dari longsor di hulu hingga banjir di dataran,” kata Dedi Mulyadi, saat Puncak Musyawarah Tahunan Il Majelis Musyawarah Sunda di Gedung Sate, Bandung, Sabtu 22 November 2025.

Dedi Mulyadi menekankan pentingnya pembangunan di Jawa Barat yang kembali mengikuti prinsip tata ruang Sunda.

Saat ini, sejumlah bangunan di sempadan sungai dibongkar agar aliran air lancar, sementara alih fungsi lahan seminimal mungkin dilakukan agar alam kembali ke fungsi alaminya.

Baca Juga:  Warga Lampung Utara Sambut Kunjungan Presiden Jokowi ke Pasar Sentral Kotabumi

Ia juga mengingatkan para pemangku kepentingan untuk belajar dari masyarakat adat Sunda mengenai pembangunan berkelanjutan, ketahanan pangan, dan harmoni sosiokultural.

“Masyarakat adat jangan diperkenalkan dengan budaya proposal, karena itu bertentangan dengan nilai-nilai adat,” tegas Dedi Mulyadi.

Dengan kembali menghargai kearifan lokal Sunda, pembangunan di Jawa Barat diharapkan bisa seimbang antara manusia dan alam, sekaligus memperkuat ketahanan lingkungan dan sosial. (*)