Kawasan tersebut mengalami degradasi serius, bahkan melibatkan lahan untuk proyek Hutan Tanaman Energi (HTE) di Desa Waluran yang diduga memasok bahan bakar kayu untuk PLTU.
Wahyudin juga menyoroti operasi tambang emas di kawasan hutan Ciemas dan Simpenan, termasuk kawasan perhutanan sosial di Bojong Pari dan Cimanintin seluas 96,11 hektare.
Dia menegaskan kawasan tersebut tidak terdaftar dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sukabumi sebagai zona pertambangan atau Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Bencana ekologis di Sukabumi jelas menunjukkan kontribusi besar dari perusahaan tambang. Kerusakan lingkungan yang tidak terkendali harus segera dihentikan,” tegas Wahyudin.
Deputi Eksternal Walhi Nasional, Mukri Friatna, sebelumnya juga mengatakan bahwa banjir bandang di Sukabumi berdampak luas pada sosial dan ekonomi masyarakat. Sebanyak 39 kecamatan dan 176 desa terdampak, dengan belasan warga dilaporkan meninggal dan hilang.
“Hasil citra satelit menunjukkan kerusakan tutupan hutan di kawasan karst seperti pegunungan Guha dan Dano akibat aktivitas tambang dan industri semen,” jelas Mukri. (Dwika)