Namun sebelum sampai pintu, dia berbalik. “Apakah Pak Pemprus akan memilih paslon yang beriklan di kita?”
Sang Pemprus mendadak tertawa. “Saya akan memilih paslon yang sesuai dengan hati nurani saya. Bukan karena iklannya ada, lantas hak politik pun ternoda.”
“Hak jurnalis saya ternoda, Pak Pemprus.”
“Hak perusahaan saya pun ternoda, Pak Pempred. Tapi saya tetap semangat. Sekali melangka pantang surut menoleh kebelakang, Maju terus, pantang mundur membela yang bayar.”
Mendengar itu, Sang Pemimpin Redaksi pun tertawa, tetapi cuma tertawa kecil. Menyesakkan dada. Tapi itulah realita. Selamat dunia, selamat akhirat. Semoga bermanfaat. (Mds)