MEDIASERUNIHutan Laras memang luas tersambung dengan hutan Dolok Masihul. Kompeni belanda pun mulai konsentrasikan pasukan di Laras. Saat itu Mandor Surak diam-diam mendapat bisikan dari Parjo tentang Haji Usman yang kembali ke tanah Batak.

“Kabarnya mendapat dukungan pula dari para kalifah Deli, kang. Bahkan rampok – rampok disepanjang hutan Deli sampai Batak ikut mendukung,” suara Parjo.

Mandor Surak sedang mengawasi pekerja – pekerja kebun yang sudah menanami lahan-lahan baru dibuka dengan rempah-rempah. “Mereka pengikut-pengikut Sisingamangaraja, Jo. Mereka bertahan di hutan dan hidup sebagai perampok.”

“Iya, kang. Perlawanan Sisingamangaraja belum berakhir, meski kerajaannya sudah hancur.” Surak, dikalangan dunia persilatan dikenal dengan sebutan Pendekar Sambar Nyawa sesaat merenung.

“Pengawal hebat Sisingamangaraja, dua saudara seperguruan Badar sama Peang, kabarnya masih hidup.” Parjo mengangguk. “Betul kang, mereka itu pimpinan Begal Sungai Ular. Mereka paling dicari kompeni Belanda.”

Kedua pentolan kuli kontrak itu terlihat akrab. Antara Surak dan Parjo ini memang sudah mengangkat saudara. Parjo sendiri, dialah manusia berjuluk Kumbang Dari Kulon. Ilmu silat Macan Kumbang miliknya sungguh luar biasa.

Baca Juga:  Rizal Bawazier Salurkan Bantuan Mesin Kapal kepada Nelayan Pemalang

Parjo mahir berkelahi dalam lingkaran keranjang berdiameter 40 cm. Cakar kumbang miliknya mampu merobek batang pohon keras. Dia mengikuti Surak merantau ke Tanah Batak untuk membantu perlawanan Sisingamangaraja secara diam-diam.

Sebelum ke Tanah Batak dia menitipkan santri-santrinya kepada keponakannya di kampung kecil Madangkara di daerah Ciomas, Serang. Tujuannya ke Lampung disana dia bertemu Surak, yang menghindar ke Lampung dari kejaran kompeni belanda di Batavia, setelah pasukannya dihancurkan kompeni.

“Sebaiknya mulai berhati-hati, Jo. Sampaikan ke kawan-kawan untuk tahan diri dan tidak bertindak apapun. Kompeni saat ini sedang mengkonsentrasikan kekuatan di Laras.”

“Baik, kang.” Parjo melirik. “Tadi ada dapat laporan Tjinten bertemu Yu Sarmina…” Mendengar itu dahi Surak langsung berkerut. “Eh, apa yang terjadi, Jo.”

“Entahlah. Tidak lama, tapi terlihat serius.” Dahi Surak berkerut kembali. “Hmm, apa perihal kembali Haji Usman…” Parjo diam. “Bisa jadi, karena disekitar lokasi pun terlihat tiga anggota Laskar Srikandi, mereka seperti berjaga-jaga dan bawa panah.”

Baca Juga:  Panas! Mahasiswa Purwakarta Turun ke Jalan Tolak Tunjangan dan Kenaikan Gaji DPR

“Hmm, jarang seperti itu, biasanya pimpinan Laskar Srikandi itu datang sendiri, tapi yang ini dikawal… Hmm.., sepertinya perlawanan Sisingamangaraja akan berlanjut.”

“Pada saat ini rakyat batak, tak memikirkan itu lagi kang, mereka ingin tenang, mencari mencari nafkah untuk keluarganya. Lihat saja, mereka bersemangat menanam rempah-rempah di tanah-tanah mereka. Dan kompeni membeli rempah-rempah mereka.”

Surak, manusia yang oleh kompeni di Batavia disebut Surageni langsung terdiam. “Hmm, kenyataannya ya kayak gitu Jo. Mereka ingin hidup tenang sama seperti kita. Tapi itu soal lain, ini soal martabat negeri yang terinjak – injak orang asing.”

Surak menghela napas, pada saat bersamaan terlihat kelebatan hitam cepat sekali masuk ke dalam hutan. “Ada yang menguping kang, sebaiknya kukejar.”

Selesai berucap, Parjo langsung melompat, dan sedetik itu tubuhnya pun lenyap di kedalaman hutan. (bersambung)