Baru saja usai bicaranya mendadak terdengar derap kuda. Meski kuda belum kelihatan namun derapnya sudah terdengar ramai. Agaknya kuda kuda itu dilarikan dengan kecepatan tinggi dan bukan lima tujuh ekor saja kedengarannya seperti puluhan.
“Hai! Serdadu serdadu kompenikah?!” teriak Amat, dia tokoh pemuda Kampung Hamparan Perak bersama temannya Saleh. Mendengar teriakan itu yang lain lantas terkesiap. “Harap tenang! Jangan membuat mereka bercuriga!” menyahut Salim.
Saleh persis disebelah Amat nyeletuk. “Jangan jangan bukan kompeni, tapi Begal Sungai Ular!” Salim kembali menenangkan kawan – kawannya. Wak Hamdan terlihat tenang. “Diam, lihat dan tunggu.”
Sesaat kemudian puluhan serdadu kompeni sudah berada didepan surau. Kebanyakan dari mereka serdadu pribumi. Mereka dipimpin Kapten Sutan Adang Alang, lelaki bergelar Datuk Tapak Besi. Dua serdadu disampingnya Sersan Yono Sukirman dan Sersan Samiun.
Sutan Adang Alang teriak meminta Haji Usman keluar. Namun yang keluar Wak Ahmad didampingi Salim dan kawan – kawannya. “Tuan-tuan pengawal kota rupanya. Mengapa tuan-tuan berteriak begitu, tidakkah tuan-tuan lihat kami sedang beribadah. Dan, siapakah orang yang tuan cari itu.”