MEDIASERUNI – Panglima Laskar Hibullah Aceh, Mahisa, memang memiliki senjata legendaris Parang Setan. Dahulu senjata hebat ini pernah diperlihatkan Pertapa Tua alias Kiai Merapi kepada Haji Usman.

Haji Usman sendiri tak tertarik dengan senjata hebat itu. Haji Usman berpendapat, senjata terhebat di dunia ini sesungguhnya ada dalam diri manusia. Itulah mustika sehebat-hebatnya senjata yang langsung diberikan Allah SWT.

Konon, mustika Parang Setan ini sezaman dengan Pedang Pembunuh Naga, senjata legendaris Klan Ming, yang pernah berkuasa di negeri Cina. Senjata hebat ini dibuat seorang penyiar Islam yang datang dari Tanah Persia.

Senjata itu dibuat dari batu langit yang jatuh ke bumi. Separuhnya menjadi Pedang Pembunuh Naga dan separuhnya lagi Parang Setan. Haji Usman sendiri tidak mengetahui bagaimana senjata hebat itu ada ditangan Mahisa.

Baca Juga:  MANDOR SURAK (7)

Inilah yang membuat dua tokoh sakti bayaran kompeni Tengku Aba dan Tengku Layang, sesaat itu nyeri juga hatinya. Tapi Tengku Aba berusaha kuat hati. Apalagi saat itu disampingnya ada Tengku Layang yang kepandaiannyapun sulit ditakar.

Tengku Aba menyeringai. “Hmm. Jadi, benarlah kabar itu bahwa senjata mustika ini ada padamu.”

Macan Hisbullah Aceh alias Pendekar Walet Putih hanya perdengarkan suara didada. “Bagus! Kalian sudah mengenal mustika ini. Inilah senjata mustika Parang Setan! Nah, majulah kalian. Ringkus aku kalau kalian sanggup.”

Sedetik itu, asap kelabu berbau belerang kembali menebal begitu Mahisa mengemposkan tenaga dalam ke parang. Asap yang menebal jadi membuntal dan menebar bau belerang berpendar-pendar.

Baca Juga:  MANDOR SURAK (12)

“Senjata hebat, senjata hebat. Bentuknya belum sempurna, tapi sudah menunjukkan pamor yang luar biasa,” Tengku Aba lalu mengerling. “Hai Mahisa! Meski saat ini kau berbekal parang mustika, jangan berpikir berarti bisa lolos dari kami.”

Mahisa cuma mendengus. Didepannya Tengku Layang gantian bersuara. “Sebaiknya menyerah saja. Kami akan meminta pengampunan untukmu, dan kompeni akan mengubah hidupmu layaknya seorang raja.”

Sebagai jawaban Mahisa bergerak kekiri. “Kalian meminta aku menyerah dan menyerahkan surat itu. Baiklah. Akan aku berikan. Tapi aku minta pajaknya kepala kepala kalian!”

Tengku Aba tersentak kaget sewaktu tahu tahu Mahisa bergerak cepat. Parang ditangan dengan ganasnya menyambar. Menciptakan kelebatan pekat berwarna kelabu berbau belerang seolah membelah udara. (Bersambung)