Kepemilikan rumah potong hewan tentu memudahkan langkah Tasripin berbisnis. Pasalnya, dia jadi bisa mudah mengakses kulit-kulit dari domba, kerbau dan sapi untuk keperluan pengolahan kulit.
Ketiga, bisnis es batu. Memang terkesan remeh jika dilihat dari masa kini. Namun, jangan lupa kalau di zaman dahulu tidak ada kulkas. Jadi, es batu ketika itu adalah primadona yang berguna bagi masyarakat di iklim tropis.
Akibatnya es batu Tasripin laris manis di pasaran. Mengutip laporan De Locomotief (25/7/1902), pabrik es Tasripin berdiri di daerah Ungaran, Semarang.
Pada akhirnya, ketiga bisnis tersebut membuat Tasripin kaya raya. Setiap bulannya dia bisa mendapat 30-40 ribu gulden. Alhasil, dia dan keluarganya punya banyak rumah dan tanah di beberapa wilayah Semarang. Dia tercatat juga pernah memiliki emas dan banyak surat berharga lain.
Jejak Tasripin harus berakhir pada 1919. Di tahunitu dia wafat dan kabar berpulangnya menjadi bahan berita banyak media. Salah satu sorotan kepadanya adalah soal kekayaan.