Usai berucap Ki Darpa langsung berkelebat dan kabur. Ki Sarpa menyaksikan kelebatan Ki Darpa sempat melirik anak buah yang sudah bergelimpangan dengan jidat dan leher tertancap anak panah.
“Sial! Orang-orang berselubung keparat! Urusan kita belum selesai!” Selesai berucap, tak ubahnya Ki Darpa, rampok sakti Gunung Wilis itupun berkelebat menyusul Ki Darpa meninggalkan belasan anak buahnya yang sudah tak bernyawa.
Sesaat dua pentolan rampok Gunung Wilis itu lenyap, panah pun berhenti. Lima orang berselubung hitam menjurah hormat. Dibelakangnya enam orang seperti dirinya tetap ambil posisi siaga. “Assalamualaikum Raden. Maaf, kami datang terlambat.”
Raden Patah dan Kimbang Serana masih terbengong. “Oh, tuan-tuan penolong berselubung hitam sekalian, siapa tuan-tuan? Mengapa menolong saya, dan agaknya tuan-tuan mengenal pada saya.”
Raden Patah balas menjurah hormat. Orang berselubung hitam paling depan menyahut. “Maaf Raden, kami mengenal raden, tapi kami tak memperlihatkan siapa kami. Perintah kami adalah mengawal Raden. Sekali lagi maafkan kami. Kelak Raden akan tahu siapa kami.”