Selanjutnya…. “Siuut! dan “Suttt” Disusul teriak tertahan orang-orang berseragam prajurit dibarisan paling depan. Mereka terjengkang dengan masing-masing leher ditancapi anak panah.
Menyaksikan itu Mahisa Kicak kian gusar. Segera melesat dan melabrak barisan sisi kanan Laskar Mataram yang memagari ratusan orang bersenjatakan cangkul, tajak dan linggis.
Lima batang anak panah meluncur cepat langsung rontok berpatahan begitu kena kebut Mahisa Kicak. Sedang tiga batang mengarah di jidat dan leher pun patah begitu menyentuh tubuhnya.
Murid berbakat Kanjeng Siti Jenar ini memang kebal senjata. “Keparat! Kalian terlatih untuk berperang. Siapa kalian!?”
Mahisa Kicak mulai menyadari kehebatan orang-orang berselubung hitam mengaku Laskar Mataram. Dia sendiri menyaksikan betapa mahirnya orang-orang itu memainkan formasi – formasi bertempur jarak dekat dengan menggunakan panah.
Orang-orang berselubung hitam inipun cukup lihai. Bukan hanya mahir memainkan formasi perang, tetapi menguasai pula strategi bertempur. “Pentang kupingmu lebar-lebar manusia kebal. Kamilah Laskar Mataram!”