Akun tersebut mengklaim memiliki data 4.759.218 ASN yang mencakup informasi pribadi seperti nama, tempat lahir, NIP, dan lainnya. Data tersebut ditawarkan seharga USD 10 ribu atau sekitar Rp 160 juta.
Lembaga riset keamanan siber CISSReC melakukan verifikasi acak pada 13 ASN yang namanya tercantum dalam sampel data dan menemukan data tersebut valid. Namun, ada kesalahan penulisan digit terakhir pada beberapa NIP dan NIK.
Chairman CISSReC, Pratama Persadha, menyatakan bahwa belum ada konfirmasi resmi dari BKN, BSSN, atau Kominfo terkait dugaan kebocoran ini.
Pratama juga menekankan pentingnya pembentukan Badan Perlindungan Data Pribadi dan regulasi yang tegas bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang mengalami kebocoran data.
Menurut Pratama, semua kementerian dan lembaga pemerintah harus rutin melakukan penilaian sistem teknologi informasi untuk mengidentifikasi dan menutup celah keamanan sebelum dimanfaatkan oleh peretas. (Ari/*)