Oleh: Darmo Pamungkas
Pemalang, MEDIASERUNI.ID –
Dalam kearifan Jawa, eling lan waspada bukan sekadar petuah moral, melainkan pedoman hidup. Ia mengajarkan kesadaran diri sekaligus kewaspadaan terhadap situasi sekitar. Nilai ini relevan bukan hanya dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam tata kelola kekuasaan dan pengawasan publik.
Di desa-desa, kentongan digantung bukan sebagai hiasan. Ia dipukul saat bahaya mendekat—sebagai tanda agar warga terjaga dan bersiap. Yang berbahaya bukan kentongan yang dipukul keras, melainkan kentongan yang tetap tergantung namun tak lagi berbunyi. Analogi ini terasa tepat untuk membaca kondisi pengawasan publik hari ini.
Dalam demokrasi lokal, masyarakat sipil—termasuk LSM, ormas, dan komunitas—adalah kentongan itu. Ia hadir untuk mengingatkan, menandai bahaya, dan menjaga kekuasaan agar tidak terlena. Namun di sejumlah ruang, suara pengawasan terasa makin sunyi. Bukan karena persoalan tak ada, melainkan karena relasi yang kian akrab dan nyaman.
Kritik yang dulu lantang berubah menjadi bisik. Pertanyaan bergeser menjadi basa-basi. Semua tampak rukun, tertib, dan kondusif. Padahal dalam budaya kita, kerukunan tanpa kejujuran justru pertanda masalah yang dipendam. Diam tidak selalu berarti setuju, dan tenang tidak selalu berarti aman.
Anggaran publik adalah amanah. Ia lahir dari kepercayaan rakyat dan semestinya dikelola dengan kesadaran serta kewaspadaan. Ketika pengawasan melemah, kewaspadaan ikut turun. Prosedur tetap berjalan, laporan tetap tersusun, namun ruh pengawasan perlahan menghilang. Demokrasi pun berisiko berubah menjadi sekadar formalitas.
Dalam tradisi agraris, sawah milik bersama tidak hanya dijaga oleh pemiliknya. Ada mata lain yang mengawasi, bukan untuk mencurigai, tetapi untuk menjaga keseimbangan. Jika pengawasan hilang, panen mungkin tetap datang, tetapi keadilan pembagian dan kualitas hasil menjadi tanda tanya.
Refleksi akhir tahun ini semestinya mengingatkan semua pihak akan pentingnya menjaga jarak etis. Pemerintah membutuhkan mitra, tetapi juga membutuhkan pengingat. Masyarakat sipil boleh bekerja sama, tetapi tidak boleh kehilangan fungsi kritisnya. Di situlah makna eling lan waspada diuji.
Sebab dalam demokrasi, yang paling berbahaya bukanlah kritik yang keras, melainkan kritik yang menghilang. Ketika pengawasan memilih diam, potensi penyimpangan tidak perlu dicari—ia akan datang dengan sendirinya.
Dan ketika kentongan tak lagi dipukul, warga mungkin merasa tenteram. Hingga suatu hari, mereka terbangun oleh sesuatu yang sudah terlanjur terjadi.
