“Hmm, bagaimana? Apakah engkau yakin dua orang itu masih berada di Aceh?” Tengku Layang sadar detik itu Mahisa berbimbang. “Kalau boleh aku menyampaikan, dua orang itulah orang-orang paling diandalkan kompeni di Tanah Aceh.”
Siasat licik memukul mental yang dilancarkan Tengku Layang memang berhasil. Mahisa pun memuncak amarahnya. Didahului bentakan keras tahu-tahu dia melompat. Parang Setan ditangan langsung berkelebat. Namun hawanya tidak lagi mengerikan. Sehingga serangan Mahisa pun mudah dipatahkan Tengku Layang.
Selagi Mahisa hendak kelebatkan kembali Parang Setan, dari arah samping tahu-tahu Tengku Aba menyerang. Masih bisa dihindari Mahisa sambil hantamkan tinju ke Tengku Layang. Namun kembali dengan mudah dipatahkan.
Pertempuran masih berlangsung beberapa saat. Cuma saja, pamor Parang Setan sudah luntur. Bau belerang dan gumpalan asap kelabu tak lagi jadi hal menakutkan. Meski demikian Mahisalah Pendekar Walet Putih. Tubuhnya laksana seekor walet menyambar – nyambar ganas.
Namun Tengku Layang dan Tengku Aba bukanlah tokoh silat kaleng-kaleng. Dua orang itu pemilik ilmu silat Cakar Setan dan Tapak Setan, ilmu silat paling ditakuti di Tanah Minang.