Selesai bicara keduanya bersiap nyelinap diantara kerumunan orang yang sedang berbelanja. Namun terlambat, Tjinten keburu memergoki keduanya. “Woii! Mau kemana kalian!”
Mendengar teriakan itu, sekalian pengunjung langsung menoleh kearah telunjuk Tjinten. “Mak! Bakalan bonyok lagi kita nih,” berbisik Beni. Sarmin cuma diam seperti patung. “Eh, iya, Yu Tjinten, apakah kami…”
“Iya, kalian! Menjelek-jelekan aku lagi!?”
“Eh, ti-tidak, tidak berani kami menjelekan Yu Tjinten. Saat itu perempuan bernama asli Misem ini sudah tegak dihadapan mereka. “Ngaku! Kalian pasti bilang aku laki-laki!”
“Eeh, tiidakk. Sama sekali tidak.”
Tjinten alias Misem hujamkan tatap kearah Beni dan Sarmin. “Hmm, baiklah. Dan, ingat. Kalau aku lihat kalian masih bersama opas item itu dan munguti uang keamanan dan kebersihan sama pedagang kupatahkan tangan kalian.”
“Eh, i iya, iyaaa…” Tjinten tolehkan wajah mendadak kekiri. “Hmm, Srinti… Mau kemana dia…” Barusan itu Tjinten menyaksikan kelebatan hitam keluar dari kerumunan orang-orang dan masuk ke dalam hutan. Maka, tanpa banyak bicara peremluan bernama asli Misem itupun melesat mengejar Srinti. (Bersambung)