Kota Bandung, MEDIASERUNI – Pada tanggal 22 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Hal tersebut dipelopori KH Hasyim Asy’ari yang menyerukan Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945.

Seruan tersebut merupakan awal dari berbagai macam gerakan umat Islam, khususnya para santri, dalam melawan penjajahan. Setelah 79 tahun berlalu, setiap tanggal ini diperingati sebagai bentuk pergerakan para santri.

Seiring dengan perkembangan zaman, para santri masa kini tidak lagi melawan penjajah, tetapi melawan orang-orang zalim dibarengi dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan ilmu agama.

Pondok pesantren sebagai tempat yang menaungi para santri dan santriwati wajib membimbing murid-murid mereka sesuai dengan keberadaan ilmu. Shofia, salah seorang santriwati bercerita tentang dirinya yang sudah menempuh pendidikan di sebuah pondok pesanten selama 9 tahun dari usia 14 tahun.

Baca Juga:  Turnamen Sepak Bola Tingkat Pelajar SMP/MTs Resmi Ditutup, Aep Nurdin Sebut Konsen pada Sepakbola

Baginya, menjadi santriwati itu sebuah hal yang menyenangkan. Meskipun awalnya, ia masuk pondok pesantren bukan karena keinginannya, ia tumbuh mencintai lingkungannya karena kegiatan dan orang-orang di dalam sana. “Ketemu temen baru dan kebetulan pondoknya itu kan di kaki gunung, jadi adem,” ceritanya.

Berbeda dengan pendidikan pada umumnya, Shofia menghabiskan waktu dengan memperdalam ilmu alquran dan belajar mengenai kemampuan yang dibutuhkan untuk menghidup diri sehari-hari juga dipercaya menjadi bagian di acara-acara penitng di sana.

“Di sana tuh aku belajar masak pake kayu bakar, belajar jemur kopi, jadi MC acara juga,” tutur Shofia, Jumat 24 Oktober 2024, berbagi cerita tentang apa yang ia lakukan di pondok.

Baca Juga:  UMK Jawa Barat 2025 Resmi Ditetapkan

Shofia merasa kegiatannya di pondok pesantren cenderung santai dan ia bisa mengatur beberapa kegiatan sesuai keinginannya. Dengan begitu, ia banyak membaca alquran dan memperdalam keilmuannya.

Ia merasa lingkungannya mendukung dirinya untuk tumbuh dan berkembang secara positif. Sebagi seorang santriwati, Shofia berpikir bahwa belajar agama dan umum itu harus sejalan.

Meskipun ia tahu fokusnya adalah agama, tetapi ia senang bahwa ia masih diberikan kesempatan mempelajari hal-hal lain yang berkaitan dengan kehidupan dan keilmuan lainnya. (Shafira/Mediaseruni)