Cimahi, MEDIASERUNI – Sebuah Paradoks yang terjadi saat Keriaan Hari Jadi Kota Cimahi ke 23 tahun, ternyata masih menyimpan persoalan yang justru terjadi di internal pemerintahan Kota Cimahi.
Hal ini terungkap saat Komunitas pegiat media yang tergabung dalam Bintang Rakyat Media (BRAM Studio) yang bekerjasama dengan Limawaktu Radio Streaming menggelar Diskusi Publik bertajuk Cimahi MEMILIH, Selasa malam 18 Juni 2024.
Cimahi MEMILIH merupakan program rutin yang membahas beragam persoalan sebagai bahan literasi dan rekomendasi para calon pemimpin Kota Cimahi yang akan bertarung di Pilkada Kota Cimahi November 2024 nanti.
Hadir dalam episode yang mengambil tema ‘HUT ke-23 Kota Cimahi Momentum Refleksi dan Evaluasi’ dua Narasumber yaitu, Kanda Kurniawan sebagai Pengamat Politik Kota Cimahi bersama Dra. Ai Mulyani, M.Pd selaku Ketua IPJI DPW Jawa Barat yang dipandu moderator Mang Uwo-.
Kedua Narasumber menyampaikan, banyak hal positif yang diambil dalam diskusi Cimahi MEMILIH episode Peringatan HUT Ke 23 Kota Cimahi.
Sebagai mantan ASN Dinas Pendidikan Kota Cimahi, Ai Mulyani merupakan salah satu pelaku yang mengikuti perjalanan berdirinya Kota Cimahi sejak Kota Administratif menyebutkan bahwa “Pelaku sejarah sesungguhnya tidak akan pernah teriak,” saat disinggung bagaimana pengalaman dirinya mengikuti proses pemekaran Kota Cimahi.
“Hari jadi 23 Tahun Kota Cimahi, ada baiknya kita refleksi kebelakang, banyak para tokoh yang ikut serta mendorong saat pemekaran menaikan status dari Kota Administratif menjadi Kota yang mandiri ini tentunya harus diapresiasi,” ucap Ai Mulyani, Selasa malam, 18 Juni 2024.
“Kalau kita niat membangun, tak perlu harus berteriak ya. Yang dibutuhkan bagaimana bersama-sama membangun kota ini dengan tulus tanpa kepentingan. Karena apa, sepanjang perjalanan sejarah dalam Pemerintahan Kota Cimahi masih menyisakan banyak persoalan di tingkat birokrasi,” ungkap Ai.
Disinggung sejauh mana kondisi sistem dalam birokrasi yang ada di Kota Cimahi sepanjang perjalanan 23 tahun pemerintahan kota Cimahi, Ai Mulyani menyebutkan bahwa pejabat hanya menjalankan dan bergerak pada hak prerogatif jabatannya bahkan menganggap tabu terhadap undang-undang.
Menurutnya, budi pekerti menjadi salah satu landasan utama dalam membangun, namun faktanya, saat ini yang berlaku adalah arogansi dan kesewenang-wenangan para pejabatnya.
“Persoalannya adalah salah menempatkan orang, potensi SDM tidak diindahkan. Bergerak hanya sebatas kewenangan bukan dari kompetensi yang dimiliki, bahkan kondisi yang membuat miris, para pejabat menganggap tabu terhadap undang-undang, jadi 23 Tahun Kota Cimahi, evaluasi dahulu saja internal birokrasi yang ada di Kota Cimahi,” tegas Ai.
Sementara, pengamat Politik Kota Cimahi, mengapresiasi dari pengalaman hidup seorang Bu Ai Mulyani, seorang ASN yang selama ini telah berjuang, merintis, membangun secara mandiri tetapi hasil yang didapat adalah sebuah tekanan, hinaan bahkan ada istilah ‘pembantaian’.
“Orang yang berjasa untuk negara tetapi justru mengalami ‘pembantaian’ bahkan menjadi korban selama perjalanan sejarah Kota Cimahi di tingkat birokrasi. Ini menjadi masukan buat kita semua sebagai masyarakat Kota Cimahi yang menurut saya harus disampaikan kepada masyarakat, bahwa kondisi pemerintahan Kota Cimahi masih seperti ini,” ujar Kanda.
Kanda menilai, alur pemerintahan ternyata masih berlaku motif ekonomi, sementara sudah sewajarnya bahwa kondisi birokrasi di Kota Cimahi saat Bu Ai menyampaikan hanya untuk mengingatkan sebuah regulasi.
“Jika disimpulkan, jabatan di ASN tidak untuk bekerja tetapi hanya untuk kepentingan pribadinya, bahkan ini menjadi tuntutan pribadinya, bukan sumpah jabatannya,” imbuhnya.
Kondisi seperti ini lanjut Kanda harus dirubah. Menurut Ia, yang pertama harus dilakukan dari pimpinannya dulu atau walikotanya.
“Harus bisa mengikuti regulasi dengan baik. Kalau walikota tidak paham APBD pasti dibohongi para ASN nya. Walikota Cimahi kedepan harus mampu memimpin membina dengan baik, tegas dan mampu mendengar sampai tingkat paling bawah atau staff tidak harus dari kepala Dinas atau pejabat dibawahnya” kata Kanda.
“Untuk walikota terpilih nanti, justru harus banyak bicara dengan staff dibawah bukan sebatas di tingkat kepala Dinas saja,” tutur Kanda.
Disinggung dengan tema Cimahi Memilih, Kanda memberikan kesimpulan jika pemimpin kedepan harus mampu menempatkan diri, mampu menterjemahkan arti sebuah kesetaraan.
Konsepnya, pimpinan tidak lebih baik dari bawahan tetapi sesuai job desk nya, namun harus mampu mendengarkan dulu dengan tingkatan yang lebih kecil atau stafnya.
“Jadi, Kedepan pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu menyetarakan diri, mensejajarkan dengan semua tingkatan jabatan sampai ke staf paling bawah, Selamat HUT ke-23 Kota Cimahi,” tukasnya. (Mds/*)
Konten ini telah diposting di Hasanah.id dengan judul Cimahi Memilih: HUT ke-23 Kota Cimahi, Momentum Refleksi dan Evaluasi Kinerja ASN Kota Cimahi.