Tasikmalaya, MEDIASERUNI – Tokoh pergerakan sekaligus pemerhati kebijakan Tasikmalaya, A. Ramdan Hanapiah dan Acep Sutrisna, S.E., Ak., angkat bicara terkait Polemik tanah milik Desa Parakanhonje yang disewakan untuk lokasi tower BTS di Kampung Simpangurmi RT 07/03, Desa Parakanhonje, Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Aksi protes warga Desa Parakanhonje yang menuntut tanggung jawab atas kerusakan barang elektronik yang diduga disebabkan oleh keberadaan tower tersebut, serta dugaan penyalahgunaan dana sewa lahan desa, memicu perhatian kedua tokoh ini.

Ramdan Hanapiah, Ketua Umum Gatra, menjelaskan bahwa warga di Kampung Simpangurmi melakukan aksi damai sebagai bentuk protes terhadap kerusakan barang elektronik yang mereka duga disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dari tower. “Tower yang sudah berdiri puluhan tahun di lahan desa ini tidak memberikan manfaat yang jelas bagi warga. Mereka menuntut kompensasi atas kerusakan barang elektronik yang terjadi,” ungkap Ramdan. Warga semakin khawatir setelah mengetahui adanya isu perpanjangan kontrak sewa tower senilai Rp 230 juta tanpa adanya transparansi mengenai penggunaan dana tersebut.

Meski klaim dampak radiasi dari tower terhadap barang elektronik perlu diuji lebih lanjut, Ramdan menyebut bahwa secara hukum, jika terbukti ada kerusakan yang disebabkan oleh tower, pemilik tower wajib memberikan kompensasi. “Jika kerusakan tersebut dapat dibuktikan terkait dengan aktivitas tower, maka pemilik tower berkewajiban memberi ganti rugi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” tegas Ramdan kepada media Seruni, Rabu 13 November 2024.

Baca Juga:  Koramil 1217/Bantarkalong Rehab Musala Yang Sudah Lapuk Dan Bocor

Acep Sutrisna, Pembina Gatra, menyoroti dugaan penyalahgunaan dana sewa lahan desa yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan warga. “Dana yang diperoleh dari sewa lahan tower seharusnya dikelola secara transparan dan akuntabel. Namun, ada informasi yang beredar bahwa dana tersebut disalahgunakan oleh oknum pemerintahan desa. Hal ini tentu menciptakan ketidakpuasan di kalangan warga,” ujar Acep. Ia menegaskan bahwa jika terbukti ada penyimpangan, pihak yang terlibat dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi.

Acep juga menambahkan pentingnya investigasi teknis independen terkait dampak tower terhadap lingkungan. “Pemerintah dapat melibatkan Badan Pengawas Telekomunikasi atau lembaga terkait untuk melakukan penelitian tentang radiasi elektromagnetik dari tower dan dampaknya terhadap lingkungan sekitar,” katanya.

IMG 20241113 WA0138

Kedua tokoh ini sepakat bahwa untuk menyelesaikan masalah ini secara adil, pemerintah desa perlu membuka rincian penggunaan dana sewa lahan dan melakukan audit internal. “Pemerintah desa harus melibatkan inspektorat daerah atau lembaga terkait untuk melakukan audit terhadap penggunaan dana tersebut,” jelas Acep.

Acep juga mengusulkan agar pemerintah desa, pemilik tower, dan masyarakat mengadakan mediasi untuk mencari solusi terbaik, terutama terkait kompensasi atas kerusakan barang elektronik. Mediasi ini bisa difasilitasi oleh pihak kecamatan atau pemerintah kabupaten.

Baca Juga:  Bey Machmudin Tinjau Gudang KPU Cimahi yang Tertimpah Pohon Akibat Angin Kencang

Ramdan dan Acep menekankan bahwa kasus ini juga menyentuh aspek hukum terkait perlindungan lingkungan dan pengelolaan dana desa. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap kegiatan usaha yang menimbulkan dampak lingkungan, termasuk tower, wajib melakukan pengelolaan dampak negatif yang timbul. Selain itu, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga mengatur bahwa dana desa harus dikelola secara transparan dan akuntabel.

“Jika dana sewa lahan tower disalahgunakan, maka ini bisa dikenakan pasal-pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi,” jelas Acep.

Ramdan dan Acep mengingatkan bahwa kasus ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dalam pengelolaan aset desa, khususnya terkait penggunaan dana sewa lahan tower, serta perlindungan terhadap warga dari dampak lingkungan yang ditimbulkan. Pemerintah desa, pemilik tower, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mencari solusi yang adil, termasuk memberikan kompensasi kepada warga yang dirugikan.

“Mediasi dan transparansi adalah kunci untuk menyelesaikan masalah ini. Warga berhak mendapatkan keadilan, baik melalui kompensasi atas kerusakan barang elektronik maupun melalui transparansi dalam penggunaan dana desa,” pungkas A. Ramdan Hanapiah dan Acep Sutrisna. (Abucek)