MEDIASERUNI.ID – Fakta mengejutkan. Tahun Baru Imlek ternyata berawal dari ketakutan lantaran teror monster ganas yang bersembunyi di dasar laut dan pegunungan bernama Nian.

Setahun sekali Nian turun ke desa-desa untuk memangsa manusia serta hewan ternak, menebar teror dan ketakutan di antara penduduk. Tidak ada yang mampu melawan keganasannya, hingga akhirnya masyarakat harus mencari cara untuk bertahan hidup.

Selama bertahun-tahun, mereka hidup dalam kecemasan, mengungsi ke tempat yang lebih aman setiap kali pergantian tahun tiba. Keadaan berubah ketika mereka menemukan kelemahan Nian. Makhluk itu ternyata sangat takut pada suara keras, warna merah, dan cahaya terang.

Menyadari hal ini, penduduk desa mulai mencari cara untuk mengusirnya. Mereka menyalakan petasan, membakar bambu yang meledak saat dipanaskan, serta menggantung kain dan lentera merah di depan rumah mereka.

Nyala api dari obor dan lilin juga dijadikan pertahanan agar Nian tidak berani mendekat. Upaya ini terbukti berhasil, dan sejak saat itu, Nian tidak lagi kembali meneror mereka.

Tradisi Tahunan
Seiring waktu, praktik mengusir Nian berkembang menjadi sebuah tradisi tahunan. Setiap pergantian tahun, masyarakat tidak lagi merasa takut, tetapi justru menyambutnya dengan gegap gempita.

Baca Juga:  Wanita Merapat! Perhatikan Tujuh Hal Ini Sebelum Memutuskan Terima Lamaran Pria

Suara petasan dan meriahnya warna merah tidak hanya berfungsi untuk mengusir roh jahat, tetapi juga melambangkan harapan akan keberuntungan dan kebahagiaan di tahun yang baru.

Cahaya lampion yang menerangi malam juga menjadi simbol penerangan, menghalau kegelapan serta membawa kesejahteraan bagi semua orang.

Tahun Baru Imlek
Tradisi ini kemudian menyatu dengan kebiasaan lain dalam menyambut Tahun Baru Imlek. Masyarakat mulai melakukan persiapan sejak jauh hari, membersihkan rumah untuk menyingkirkan nasib buruk dan menyambut keberuntungan.

Keluarga-keluarga berkumpul untuk makan malam bersama, menyajikan hidangan yang dipercaya membawa rezeki, seperti ikan yang melambangkan kelimpahan dan kue keranjang yang melambangkan keharmonisan.

Anak-anak menerima angpao berisi uang sebagai simbol harapan agar mereka tumbuh dengan sehat dan sejahtera. Selain itu, perayaan ini juga menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan.

Mereka yang merantau berusaha pulang ke kampung halaman agar dapat berkumpul dengan keluarga besar, menjadikan momen ini sebagai saat yang paling dinanti-nantikan dalam setahun.

Perayaan berlangsung selama 15 hari dan berpuncak pada Festival Cap Go Meh, di mana lentera-lentera indah dinyalakan sebagai tanda berakhirnya rangkaian perayaan.

Baca Juga:  Program Info Loker Karawang Jadi Sorotan Milenial, Inovasi Aep Syaepuloh di Pilkada 2024

Perkembangan dalam Sejarah

Dinasti Xia dan Shang (2070–1046 SM)

Kalender Imlek pertama kali diperkenalkan berdasarkan siklus bulan dan matahari.

Tahun baru dirayakan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewa.

Dinasti Han (206 SM–220 M)

Perayaan Imlek mulai lebih terstruktur dengan praktik penyembahan dewa langit dan bumi.

Makanan khas seperti kue keranjang dan pangsit mulai muncul dalam budaya perayaan.

Dinasti Tang (618–907 M)

Perayaan semakin megah dengan adanya festival lampion dan pertunjukan tarian.

Mulai muncul kebiasaan memberikan Angpao uang dalam amplop merah sebagai simbol keberuntungan.

Dinasti Qing (1644–1912 M)

Kalender resmi dinasti mulai menggunakan sistem kalender lunar yang masih dipakai hingga sekarang.

Muncul berbagai bentuk hiburan seperti barongsai dan pertunjukan kembang api.

Era Modern dan Penyebaran Global

Seiring dengan migrasi orang Tionghoa ke berbagai negara, perayaan Imlek menyebar ke seluruh dunia.

Beberapa negara seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat mengakui Imlek sebagai hari besar nasional. (*)