KOTABUMI, Media Seruni- Ratusan petani singkong di Lampung Utara menggelar aksi unjuk rasa, Kamis, 12 Desember 2024. Aksi ini buntut dari anjloknya harga singkong yang dianggap merugikan para petani.
Unjuk rasa ini digelar di mulai di kantor pemkab dan berakhir di kantor DPRD Lampung Utara. Adapun tuntutan mereka adalah kenaikan harga singkong dari Rp925/Kg menjadi Rp1.500/Kg. Kemudian, rafaksi singkong (pemotongan berat barang singkong) haruslah ada di angka 15 persen, dan perbaikan timbangan yang digunakan oleh perusahaan tapioka.
Usai rapat selama beberapa jam, tercapailah kesepakatan antara para petani dan pihak legislatif. Pertama, menunggu hasil rapat antara Pemerintah Provinsi Lampung, kepala daerah se-Lampung, dan perwakilan pengusaha singkong yang membahas persoalan yang sama.
“Kita tunggu dulu hasil rapat Pemerintah Provinsi Lampung soal ini pada sore ini,” kata Ketua DPRD Lampung Utara, M.Yusrizal.
Selain menyepakati penutupan tersebut, pihaknya juga sepakat untuk membuat peraturan daerah yang akan mengatur tentang harga singkong di masa mendatang. Kemudian, pembentukan tim untuk melakukan inspeksi mendadak kepada perusahaan tapioka per tiga bulan. Kesepakatan ini akan menjadi pegangan untuk kesejahteraan petani di sana. Terakhir, menutup perusahaan tapioka yang tidak mengindahkan tuntutan mereka.
“Kesepakatan ini akan menjadi pegangan kit semua demi kesejahteraan petani,” ucap dia.
Di tempat sama, perwakilan pendemo, Anggi menjelaskan, aksi unjuk rasa yang mereka lakukan ini bentuk dari perlawanan para petani singkong terhadap anjloknya harga singkong. Sebab, harga singkong saat ini hanya Rp925/Kg. Harga ini jelas sangat merugikan mereka.
Para petani menginginkan harga singkong berada di harga Rp1.500/Kg. Rafaksi singkong (pemotongan berat barang singkong) berada di angka 15 persen saja. Selain itu, timbangan yang digunakan oleh perusahaan pun harus diperhatikan. Penutupan perusahaan harus dilakukan kalau memang masih tak mengindahkan keluhan mereka.
“Tak ada jalan lain, tutup dulu perusahaan itu,” jelasnya.
Sementara itu, koordinator dua pabrik tapioka di Lampung Utara, Subardi mengatakan, persoalan permintaan kenaikan harga singkong di luar kewenangannya. Manajemen pusatlah yang memiliki kewenangan tersebut. Adapun mengenai dugaan kecurangan dalam timbangan, ia mengatakan, hal itu tidak pernah dilakukan.
“Tiap tahun, timbangan kami selalu dilakukan tera ulang,” kata dia. (Hairudin)