MEDIASERUNI.ID – Di balik aroma gurih peyek kacang yang menggoda, tersimpan kisah inspiratif perjuangan luar biasa seorang ibu yang dulunya bertarung di arena olahraga, kini memilih “bertempur” di dapur kecilnya demi keluarga.

Dialah Nunung Bachtiar, SE, mantan atlet karate pemegang sabuk hitam DAN 1 aliran Shotokan, yang kini membuktikan bahwa ketangguhan sejati tak hanya ditunjukkan lewat pukulan, tetapi juga lewat rasa, ketekunan, dan cinta.

Sudah lebih dari satu dekade Nunung menekuni dunia usaha rumahan melalui ‘Chaniago Food Catering’, yang berdiri tegak dari dapur sederhananya di Perumahan Gedung Putih, Desa Purwosari, Cicurug, Kabupaten Sukabumi.

Bukan hal mudah membangun usaha dari nol, apalagi tanpa sokongan atau pengakuan dari lembaga UMKM setempat. Meski produknya, peyek kacang renyah nan gurih berpotensi besar jadi ikon kuliner lokal, usahanya belum dilirik.

“Padahal saya ingin sekali usaha peyek rumahan yang saya produksi diberdayakan dan dikembangkan,” tutur Nunung, Minggu 4 Mei 2025.

Baca Juga:  Dosen dan Mahasiswa UM Bulukumba Raih Beasiswa Baznas RI dan PP Muhammadiyah

Nunung adalah sosok yang tak mudah menyerah. Ia merantau dari Padang ke Sukabumi bersama sang suami, seorang pensiunan polisi, dan membawa semangat juangnya dari arena karate ke ranah wirausaha.

Dengan hanya berbekal resep turun-temurun dan tekad kuat, ia mulai memproduksi peyek secara mandiri. Hari ini, produksinya telah mencapai 10 hingga 20 kilogram per hari, menjangkau pelanggan hingga ke Bogor dan Jakarta.

Tak berhenti di satu rasa, Nunung terus berinovasi. Dari peyek kacang original, ia menciptakan varian peyek pedas, peyek teri, hingga peyek kacang hijau. Belum lagi pesanan kue basah, kue kering, nasi box, hingga snack box yang ia layani berdasarkan permintaan.

Semua itu ia lakukan bersama sang putri, menjadikan dapur rumah sebagai pusat kerja sama antara cinta ibu dan anak.

“Setiap hari saya fokus produksi peyek. Untuk yang lain, saya buat sesuai pesanan,” ujarnya sambil tersenyum.

Harga produknya terjangkau, mulai dari 10.000 hingga Rp 30.000 per kemasan, atau Rp 80.000 per kilogram, dengan jaminan kualitas dan rasa sebagai prioritas utama.

Baca Juga:  Warga Taruno Tewas Terjebak di Bangunan Terbakar

“Kualitas dan rasa tetap menjadi prioritas utama kami,” tegasnya, penuh percaya diri.

Dibalik usahanya, Nunung membawa pesan yang lebih dalam: Seorang ibu bisa menjadi pahlawan ekonomi keluarga tanpa harus tampil di panggung besar.

Ketika dunia luar belum memberi ruang, ia menciptakan ruangnya sendiri. Ia memilih bertarung bukan dengan kekerasan, tapi dengan kelembutan rasa dan ketekunan hati.

Kisah Nunung Bachtiar adalah bukti bahwa perempuan Indonesia memiliki kekuatan untuk bangkit, menciptakan, dan menginspirasi.

Dari dapur mungil di sudut Sukabumi, lahirlah keteguhan yang patut diapresiasi, kisah tentang harapan, perjuangan, dan cinta yang digoreng renyah dalam setiap peyek dari tangan dingin Nunung Bachtiar. (Andi)

Artikel ini telah terbit di Telusurbisnis.com dengan judul ‘Kisah Inspiratif Nunung: Perjuangan Mantan Atlet Karate Bangun Usaha Peyek di Sukabumi’