Bandung Barat, MEDIASERUNI.ID – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bandung Barat (KBB) 2024 menjadi sorotan tajam setelah dugaan ketidakobjektifan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) KBB mencuat. Salah satu kasus yang memicu kontroversi adalah pelarangan kegiatan pemantauan pemilu oleh kelompok masyarakat sipil. Kasus ini dilaporkan langsung oleh Laskar Anti Korupsi Indonesia Kabupaten Bandung Barat (LAKI-KBB) yang menganggap tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran demokrasi.
Dugaan Pelanggaran di TPS 7 Desa Cigugur Girang
Dadan Suryansyah, pemantau resmi dari LAKI-KBB, menyampaikan bahwa dirinya telah dilarang melakukan pemantauan di TPS 7 RW 04 Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong. Padahal, Dadan sudah dilengkapi dengan sertifikat resmi dari KPU KBB dan surat mandat dari Ormas LAKI-KBB sebagai bukti legalitasnya.
Namun, meski dokumen tersebut telah ditunjukkan, petugas Bawaslu dan KPPS tetap melarangnya melakukan pemantauan. “Larangan ini didasarkan pada perintah langsung dari Bawaslu melalui PPS dan PKD. Mereka bahkan menyatakan bahwa tidak ada pemantau resmi di Pilkada KBB 2024,” ungkap Dadan.
Dadan juga menegaskan bahwa pihaknya memiliki bukti rekaman terkait insiden tersebut. Hal ini menunjukkan dugaan adanya pelanggaran serius yang berpotensi menodai pelaksanaan pesta demokrasi di Bandung Barat.
LAKI-KBB Siap Melawan Pelanggaran Demokrasi
Ketua LAKI-KBB, Gunawan Rasyid, yang akrab disapa Guras, mengecam keras tindakan Bawaslu KBB. “Kami sangat kecewa dan marah. Tindakan pelarangan ini tidak hanya melanggar Undang-Undang Pemilu, tetapi juga menunjukkan adanya indikasi keberpihakan atau kontaminasi oleh kepentingan politik tertentu,” ujar Guras.
Menurutnya, pemantauan yang dilakukan oleh LAKI-KBB justru bertujuan untuk membantu memastikan pelaksanaan Pilkada berjalan transparan dan sesuai aturan. Namun, langkah Bawaslu KBB dianggap tidak hanya menghambat proses demokrasi, tetapi juga memicu kecurigaan publik terhadap integritas lembaga pengawas tersebut.
Langkah Hukum dan Protes Keras LAKI-KBB
LAKI-KBB tidak tinggal diam atas insiden ini. Guras menyatakan bahwa pihaknya akan menempuh langkah hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tindakan Bawaslu KBB dinilai melanggar hukum pidana Pemilu sekaligus melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
“Kami akan melaporkan kasus ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Besok, kami juga berencana meminta klarifikasi langsung dari Bawaslu KBB terkait peristiwa ini,” ujar Guras.
Ia menambahkan bahwa kehadiran LAKI-KBB sebagai pemantau seharusnya dianggap sebagai upaya mendukung tugas Bawaslu dalam mengawasi jalannya pemilu. Namun, respons yang diberikan justru kontraproduktif. “Ironis sekali, upaya kami untuk menjaga demokrasi malah dihadang seperti ini. Ini benar-benar bentuk arogansi yang mencederai proses Pilkada,” tegasnya.
Dugaan Kepentingan Politik di Balik Arogansi Bawaslu
Tindakan Bawaslu KBB yang melarang pemantauan resmi di TPS memunculkan spekulasi adanya kepentingan politik tertentu yang memengaruhi independensi lembaga tersebut. Menurut Guras, keputusan tersebut tidak hanya melanggar prinsip demokrasi, tetapi juga memberikan sinyal buruk tentang transparansi Pilkada 2024.
“Ketika Bawaslu melarang pemantau resmi yang legal, ada dugaan kuat bahwa mereka mencoba menyembunyikan sesuatu. Kami akan memastikan kasus ini diusut hingga tuntas,” tambahnya.
Pentingnya Transparansi dalam Demokrasi
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya menjaga integritas dan transparansi dalam proses demokrasi, terutama di tingkat lokal seperti Pilkada. Pemantauan independen dari masyarakat sipil adalah elemen vital untuk memastikan pemilu berjalan sesuai aturan dan bebas dari kecurangan.
Namun, ketika upaya pemantauan justru dihalangi oleh pihak yang seharusnya netral, kepercayaan publik terhadap proses demokrasi menjadi dipertaruhkan.
Harapan untuk Pilkada yang Lebih Adil
Dalam situasi ini, LAKI-KBB berharap agar langkah hukum yang diambil dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba mencederai demokrasi. Selain itu, mereka juga mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan aktif mengawasi jalannya Pilkada.
“Demokrasi yang sehat hanya bisa terwujud jika semua elemen, termasuk masyarakat sipil, berperan aktif dalam mengawal proses pemilu,” pungkas Guras.